Tidak Relevan di Indonesia, Faham Khilafah Harus Dilawan

Tidak Relevan di Indonesia, Faham Khilafah Harus Dilawan

Dijelaskannya, paham khilafah yang didengung-dengungkan saat ini sebenarnya tidak jelas.

”Di Indonesia sulit sekali untuk merealisasikan ide khilafah itu. Hal ini bisa kita lihat dari sisi teologis Khilafah Islamiyah itu tidak ditemukan bagaimana bentuknya. Khilafah yang sebenarnya didengung-dengungkan oleh HTI adalah khilafah versi nabhani, tapi itu sebenarnya juga bukan khilafah yang dijalankan oleh khulafaur rasyidin setelah nabi. Jadi sebetulnya yang mana yang mau dipakai mereka sendiri juga tidak jelas,” terangnya.

Sedangkan Filolog UIN Jakarta Oman Fathurahman mengatakan berdasarkan penelusuran manuskrip tidak ditemukan jejak sejarah kesultanan Nusantara di Indonesia menggunakan sistem kekhalifahan layaknya Turki Utsmani/Ottoman atau yang serupa.

"Kalau yang dimaksud jejak kesultanan Nusantara sebagai bagian khilafah itu jelas tidak. Saya kaji manuskrip, tidak mengindikasikan bahwa kesultanan di Nusantara bagian dari khilafah Utsmani," katanya.

Namun, jika yang dimaksud terjadi hubungan diplomatik antara kesultanan Nusantara dengan kekhalifahan Turki Utsmani itu memang terjadi. Terdapat riwayat surat menyurat kenegaraan yang merupakan bukti kontak Nusantara dengan Utsmani.

Hal itu, juga sama terjadi ada hubungan ukhuwah Islamiyah antara kerajaan di Indonesia dengan Utsmani, termasuk relasi para ulamanya.

"Kalau ada kaitan dengan Utsmani itu tidak diragukan lagi jejak hubungan diplomatiknya," ungkapnya.

Dijelaskannya, kesultanan Nusantara di masa lalu juga menjalin hubungan baik dengan Mesir dan negara-negara Timur Tengah. Begitu juga, terjadi relasi antara kesultanan-kesultanan Nusantara dengan kerajaan Eropa, seperti Banten dengan Inggris untuk kesepakatan suplai bantuan militer.

Adanya kontak dengan negara luar, bukan berarti suatu kesultanan di Nusantara mengikuti suatu sistem tertentu dalam hal ini kekhalifahan. Kesultanan di Indonesia menjalankan sistem pemerintahannya sendiri.

Terkait kesultanan Aceh yang memiliki keterikatan hubungan erat dengan Turki Utsmani juga bukan merupakan bentuk keterikatan monarki di Nusantara.

"Bahkan, Aceh yang saat itu mengajukan diri untuk menjadi negara vassal (bawahan) Turki Utsmani ditolak otoritas di Istanbul di abad 16," ungkapnya.

Turki saat itu merupakan salah satu negara yang kekuatan militernya diperhitungkan di kancah dunia sehingga akan strategis bagi Aceh untuk menjadi bagian dari kekhalifahan.

"Pada abad 19, Turki kembali ditagih agar menjadikan Aceh sebagai negara vassal, tapi Turki menolak. Untuk Aceh saja yang punya hubungan diplomatik kuat dengan Turki tidak bisa diklaim menjadi bagian vassal," kata dia.

"Salah satu alasan penolakan, karena Aceh terlampau jauh. Tidak ada keuntungan langsung yang bisa didapatkan pihak Turki saat itu. Itu alasan yang bisa dilihat dari kajian manuskrip," katanya.

Jika Turki membantu Aceh melawan penjajah Belanda, tak lain karena semangat ukhuwah Islamiyah bukan karena upaya melindungi wilayah kekalifahan. (gw/zul/fin)

Sumber: