Firli Bahuri Akan Disidang Etik Pekan Depan, ICW: Dewas Harus Jatuhkan Sanksi Berat

Firli Bahuri Akan Disidang Etik Pekan Depan, ICW: Dewas Harus Jatuhkan Sanksi Berat

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan sanksi berat terhadap Ketua KPK Firli Bahuri. Hal ini menyusul rencana Dewas KPK yang akan menggelar sidang etik terhadap Firli pekan depan.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, dugaan penggunaan helikopter oleh Firli saat melakukan perjalanan pribadi dari Palembang ke Baturaja telah menunjukkan gaya hedonisme dan mencoreng integritas KPK. Ia menegaskan sudah sepatutnya Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat dengan meminta Firli mengundurkan diri dari jabatan ketua KPK.

"Terlebih lagi, citra KPK sudah buruk di mata publik akibat tindakan kontroversi yang kerap ia (Firli) lakukan. Jadi, tidak ada lagi urgensi untuk mempertahankan jabatan yang bersangkutan sebagai Ketua KPK," ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Kamis (20/8).

Kurnia menyatakan, Dewas dibentuk usai UU Nomor 19 Tahun 2019 atau UU KPK versi revisi resmi diberlakukan. Sebelum UU itu berlaku, kata dia, perkara pelanggaran etik yang dilakukan internal KPK selalu ditangani oleh Kedeputian Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM). Namun kini beralih ke Dewas KPK.

Maka dari itu jika Dewas KPK tidak menjatuhkan sanksi etik, menurut Kurnia, sebaiknya lembaga pengawasan itu dibubarkan dan penanganan pelanggaran etik dikembalikan ke Kedeputian PIPM. Sebab, Kedeputian PIPM KPK sempat memiliki prestasi dalam menangani pelanggaran etik dengan menjatuhkan sanksi terhadap Pimpinan KPK terdahulu, Abraham Samad dan Saut Situmorang.

"Sejak awal kami beranggapan bahwa kelembagaan Dewan Pengawas tidak dibutuhkan di KPK. Maka dari itu, saat ini ICW serta koalisi masyarakat sipil sedang mengajukan Uji Formil di Mahkamah Konstitusi dengan mempersoalkan UU 19/2019," kata Kurnia.

Selain terhadap Firli, Dewas KPK juga menjadwalkan sidang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap. Yudi diproses lantaran diduga melanggar etik atas upaya advokasi pengembalian paksa Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti ke Polri oleh Firli.

Kurnia menilai, apa yang dilakukan oleh Yudi sudah tepat. Sebab, kata dia, proses pengembalian Rossa ke Polri dilakukan oleh Firli tanpa berlandaskan penilaian yang objektif.

Karena, menurut dia, masa tugas Rossa di KPK belum berakhir. Selain itu, Rossa tak pernah tercatat melakukan pelanggaran etik atau terlibat proses hukum. Terlebih, saat proses pengembalian berlangsung, Rossa tengah menangani perkara besar yaitu suap terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

"Maka dari itu, akan lebih baik jika Dewan Pengawas mengusut proses pengembalian Penyidik Rossa ke instansi asal daripada harus mempersoalkan pembelaan Ketua WP terhadap rekan sejawatnya," ucap Kurnia.

Dewas KPK bakal menggelar sidang etik pada 24 hingga 26 Agustus 2020. Sebanyak tiga orang terperiksa akan menjalani sidang etik di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK di Jalan HR Rasuna Said Kavling C1, Setiabudi, Jakarta Selatan.

"Penegakan aturan Etik ini merupakan salah satu pelaksanaan tugas Dewan Pengawas KPK untuk menjaga institusi dan nilai yang ada di KPK. Kami di Dewas serius untuk melakukan ini dan kami harap masyarakat juga terus mengawasi KPK dan proses yang berjalan ini," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam keterangannya.

Sidang pertama dilakukan pada 24 Agustus 2020 dengan terperiksa YPH atas dugaan penyebaran informasi tidak benar. Terperiksa diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku “Integritas” pada Pasal 4 ayat (1) huruf o Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020.

Selanjutnya, sidang etik digelar pada 25 Agustus 2020 dengan terperiksa FB atas dugaan menggunakan helikopter pada saat perjalanan pribadi dari Palembang ke Baturaja.

Sumber: