Pakar Epidemi Ragukan Obat Covid-19 Unair

Pakar Epidemi Ragukan Obat Covid-19 Unair

Komite Etik yang independen, harap Pandu, sebaiknya dari Balitbangkes Kemenkes dan beberapa pakar dari luar Unair sendiri. "BPOM harus bersikap tegas, apabila hasil penelitian tersebut belum memenuhi syarat," tegasnya.

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menegaskan hingga saat ini belum ditemukan kombinasi terapi yang paling manjur untuk mengobati COVID-19.

"Memang saat ini belum ada terapi spesifik untuk COVID-19, tidak ada sampai saat ini di seluruh dunia. Belum ditemukan," tegasnya di Graha BNPB Jakarta.

Namun, para pakar menyepakati empat regimen pengobatan untuk membantu pengobatan pasien COVID-19 berdasarkan literatur dan kajian yang ada sampai saat ini. Dari empat regimen tersebut, tiga yang tersedia di Indonesia, karena ketiadaan Remdesivir.

Kombinasi tersebut memiliki kesamaan di obat pertama yaitu penggunaan Azitromisin atau Levofloksasin dan obat kedua Klorokuin atau Hidroksiklorokuin.

Kedua obat itu kemudian dikombinasi antara pilihan pertama memakai Oseltamivir, kedua Favipiravir dan ketiga Lopinavir ditambah Ritonavir. Jenis obat keempat adalah vitamin untuk mendukung pengobatan.

Ketiga kombinasi itu adalah regimen pengobatan yang dilakukan kepada pasien sejak kasus pertama COVID-19 muncul di Indonesia. Namun, dia menegaskan belum ada pengujian yang membuktikan regimen mana yang paling baik untuk merawat pasien COVID-19.

"Kita sejauh ini belum ada riset membandingkan ketiganya. Penggunaannya berdasarkan emergeny use dari Badan POM," katanya.

Senada diungkapkan anggota Komite Nasional Penilai Obat BPOM, Anwar Santoso. Dia menyebut hingga hari ini belum ada obat yang direkomendasikan untuk mengobati pasien COVID-19 di Indonesia.

"Sampai saat ini, pagi ini, belum ada obat yang dikatakan manjur dan aman untuk COVID-19," ujarnya.

Dikatakannya, memang ada sejumlah obat yang dianggap bisa mengobati pasien COVID-19. Namun, obat itu masih dalam tahap uji klinis sesuai standar yang ditetapkan internasional.

"Semuanya masih dalam fase uji klinik. Jadi, (Badan POM) tidak menyatakan satu statement resmi ada obat yang direkomendasikan untuk dipakai atau aman tapi dalam status uji klinik semua," ucapnya.

Demikian pula yang diungkapkan Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemenristek/BRIN, Ali Ghufron Mukti. Meski pemerintah telah membentuk Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 sejak Maret, namun hingga saat ini belum ditemukan obat COVID-19.

"Ya, jadi sampai sekarang belum ada satu pun yang kita bisa klaim sebetulnya merupakan satu obat," kata dia.

"Banyak klaim-klaim dari beberapa entah mengatakan penelitian atau tidak. Tapi yang termasuk dalam konsorsium itu belum satu pun yang bisa dikatakan inilah obat spesifik khusus untuk COVID-19," tutupnya.

Sumber: