Tolak PK Jaksa KPK, ICW: Putusan MA Abaikan Rasa Keadilan

Tolak PK Jaksa KPK, ICW: Putusan MA Abaikan Rasa Keadilan

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas putusan lepas mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung di tingkat kasasi pada 3 Agustus 2020 lalu.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, penolakan yang didasarkan atas tak terpenuhinya persyaratan formil tersebut sangat disayangkan. Ia menilai, MA hanya sekadar mempertimbangkan nilai kepastian dan mengabaikan keadilan bagi masyarakat sebagai korban tindak pidana korupsi.

"ICW amat menyayangkan putusan Mahkamah Agung yang justru menolak permohonan peninjauan kembali oleh Jaksa KPK terkait putusan lepas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Tumenggung pada tingkat kasasi," ujar Kurnia kepada wartawan, Selasa (11/8).

Diketahui, MA menolak permohonan PK Jaksa KPK lantaran tak terpenuhinya persyaratan formil. Persyaratan formil yang dimaksud yakni pada Pasal 263 Ayat (1) KUHAP, putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016, dan SEMA Nomor 04/2014.

Pasal 263 Ayat (1) KUHAP berbunyi, "Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung."

Terkait hal itu, menurut Kurnia, pada dasarnya jaksa dimungkinkan melakukan upaya hukum tersebut berdasarkan Pasal 263 Ayat (3) KUHAP.

Aturan itu tertulis, "Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan."

"Mestinya MA mempertimbangkan ketentuan itu, bukan justru langsung menolak begitu saja permohonan Jaksa KPK. Terlebih lagi, terlalu banyak kejanggalan dalam putusan kasasi yang akhirnya melepas Syafruddin Arsyad Temenggung," kata Kurnia.

Padahal, lanjut Kurnia, sebelumnya terdapat sejumlah putusan PK yang berlandaskan nilai keadilan bagi masyarakat. Misalnya, saat MA mengabulkan PK jaksa dalam kasus Joko Tjandra, Muchtar, Pakpahan, dan Pollycarpus.

"Dalam kasus itu diketahui dua tersangka masih melarikan diri, yakni Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Untuk itu, ICW mendesak agar KPK dapat memaksimalkan pencarian dua buronan tersebut dan segera melimpahkan kasusnya ke persidangan," tutur Kurnia.

Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya menghormati keputusan MA yang menolak permohonan PK Syafruddin Arsyad Temenggung. Ia mengungkap, saat ini Jaksa KPK tengah mempelajari dan mengkaji hasil putusan tersebut demi menentukan langkah hukum ke depan.

"KPK menghormati putusan MA untuk mengembalikan berkas perkara tersebut. Namun, KPK akan pelajari dan kaji kembali terkait putusan tersebut, termasuk mengenai kemungkinan langkah hukum apakah yang bisa diambil berikutnya," ujar Ali.

Diketahui, KPK mengajukan permohonan PK pada 17 Desember 2019 lalu. Ali menuturkan, PK diajukan lantaran dirasa ada kekhilafan hakim dalam putusan kasasi, dan kontradiksi antara pertimbangan dan putusan.

"Namun PK JPU KPK ditolak MA sebelum ada penunjukan majelis hakim karena jaksa dianggap tidak memenuhi syarat formil untuk melakukan PK sebagaimana ketentuan yang berlaku," kata Ali.

Sumber: