Langit Runtuh
Tapi kapal itu tidak punya uang untuk membayar ongkos tol melewati terusan Suez. Terusan ini dibangun sangat mahal oleh Inggris. Di tahun 1876. Sekarang dikuasai sepenuhnya oleh Mesir.
Ongkos tol Suez itu mahal. Untuk ukuran kapal seperti Rhosus ongkos tolnya bisa 13.500 dolar. Atau hampir Rp 500 juta. Maka untuk bisa membayar ongkos lewat terusan Suez kapal Rhosus harus ngompreng: mencari angkutan tambahan di perjalanan.
Ada.
Yakni mesin tua yang sangat besar ukurannya. Media di Lebanon, yang menjadi sumber tulisan ini, tidak menyebut mesin apa. Mesin itu ada di pelabuhan Beirut. Harus diangkut ke pelabuhan Aqaba, di Jordania.
Ongkos angkut mesin itu cukup untuk membayar toll terusan Suez. Toh, untuk menuju pelabuhan Aqaba juga harus melewati terusan sepanjang 190 Km itu.
Berarti dari lepas pantai Izmir, kapal tua Rhosus harus mampir dulu ke Beirut. Kapal itu bersandar di pelabuhan Beirut bulan September 2013. Untuk mengambil mesin tua itu.
Tapi mesin itu terlalu besar. Peralatan di pelabuhan Beirut tidak seperti di negara maju. Saat dicoba diangkat naik ke kapal mesin tua itu menghantam kapal tua. Kapalnya rusak.
Kapal Rhosus harus diperbaiki di situ. Tapi tidak punya uang. Kapal harus lebih lama bersandar di pelabuhan Beirut. Berarti ongkos sandar pun bertambah-tambah. Apalagi harus membayar denda –akibat pembayaran yang tidak juga dilakukan.
Tapi muatan awal yang ada di kapal itu, kalau disita, masih ada harganya: bahan baku peledak itu. Asalkan kapal itu tidak tenggelam. Padahal di kapal itu mulai terlihat ada rembesan air.
Maka pihak pelabuhan membongkar bahan baku peledak itu. Agar tidak terpendam air. Dimasukkanlah bahan baku peledak itu ke gudang di pelabuhan itu. Ke gudang nomor 12.
Aman.
Setidaknya bisa untuk jaminan pembayaran ongkos sandar. Tidak disangka gegara ingin menyelamatkan uang receh ini bencana besar terjadi. Tujuh tahun kemudian –4 Agustus barusan. Yang merugikan negara Rp 300 triliun.
Ketika muatan bahan baku peledak itu sudah pindah ke gudang, awak kapal masih harus tetap di dalam kapal. Pekerjaan rutinnya: menguras air laut yang mulai masuk ke kapal. Mereka adalah 7 orang asal Ukraina. Satu orang kapten asal Rusia. Status mereka yang warga negara asing membuat awak kapal harus tetap di kapal.
Perusahaan kapal itu tidak mau tahu. Tidak lagi punya kemampuan keuangan. Belakangan perusahaan itu sendiri tidak bisa bertahan hidup: bangkrut. Untuk biaya sehari-hari awak kapal pun menjual minyak kapal. Mereka menyedotnya dari tangki kapal. Dijual eceran. Toh kapal tidak bisa jalan dalam waktu yang tidak bisa ditentukan.
Setelah 10 bulan terlantar di pelabuhan Beirut, pemerintah Ukraina menyelamatkan awak kapal itu. Mereka bisa pulang ke Ukraina. Tinggallah kapten kapal asal Rusia itu sendirian. Ia harus bertahan di dalam kapal. Sambil menunggu penyelesaian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: