Gugatan Asimilasi Berujung Damai, Yassona Laoly: Memang Semestinya Tak Ada Sejak Awal
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut gugatan hukum atas kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana terkait Covid-19 memang semestinya tak ada sejak awal.
”Sejak awal memang tidak ada unsur perbuatan melawan hukum terkait kebijakan asimilasi dan integrasi ini,” terang Yasonna, Jumat (31/7), menanggapi mediasi lanjutan di Pengadilan Negeri Surakarta.
Justru, sambung dia kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana berjalan sesuai ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam Permenkumham No 10 Tahun 2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020.
"Jadi, dalam hal ini, kami digugat karena melakukan hal yang sudah sesuai dengan ketentuan hukum dan kemudian penggugat menyatakan siap berdamai asalkan kami memenuhi syarat yang mereka ajukan. Padahal, syarat yang diajukan itu memang sudah kami terapkan tanpa diminta sekalipun saat kebijakan asimilasi dan integrasi ini dijalankan,” paparnya.
Sebagaimana diketahui, kebijakan Kemenkumham memberikan asimilasi dan integrasi kepada puluhan ribu narapidana sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 di lingkungan rutan/lapas digugat oleh sekelompok advokat Kota Solo yang tergabung dalam Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997. Lalu Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia.
Gugatan itu dilayangkan kepada Kepala Rutan Kelas I A Surakarta, Jawa Tengah, sebagai tergugat I, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah sebagai tergugat II, Menteri Hukum dan HAM sebagai tergugat III, serta Kabapas Surakarta sebagai Tergugat IV.
Sidang pertama dan mediasi atas gugatan ini telah digelar pada 25 Juni silam. Mediasi lanjutan semestinya digelar pada 9 Juli, namun batal karena hakim mediasi berhalangan akibat sakit sehingga diundur sepekan berselang.
Di sesi mediasi lanjutan pada 16 Juli, pihak penggugat mengajukan sejumlah syarat untuk dipenuhi terkait asimilasi dan integrasi narapidana. Adapun syarat tersebut adalah agar pihak tergugat membuka ruang komunikasi untuk saran dan masukan terkait pelaksanaan asimilasi dan integrasi serta memperketat syarat-syarat pelaksanaan program asimilasi.
’’Padahal, ruang komunikasi sudah dibuka sejak awal agar publik dan pihak-pihak terkait bisa memberikan saran, masukan, bahkan pengaduan terkait asimilasi dan integrasi Covid-19 ini. Kami pun telah berdiskusi dan meminta pendapat dari akademisi serta lembaga kredibel yang terkait, juga melakukan sosialiasi melalui website resmi, media massa, hingga media sosial,” terang Yasonna.
Pengetatan pelaksanaan asimilasi dan integrasi pun dilakukan sejak awal, mulai dari prosedur pemberian, pertanggungjawaban keluarga narapidana, pengawasan narapidana asimilasi secara langsung maupun lewat video call berkala dan mekanisme pengawasan daring lain.
”Koordinasi dengan forkopimda serta lembaga penegak hukum lainnya. Evaluasi berkala pun terus kita lakukan untuk memastikan tujuan dari asimilasi dan integrasi ini terpenuhi," kata menteri asal Sorkam, Tapanuli Tengah, tersebut.
Dengan pertimbangan tersebut, menurut Yasonna, sudah semestinya juga gugatan terhadap asimilasi dan integrasi terkait Covid-19 tersebut dicabut. ”Saya melihat tak ada alasan lain bagi penggugat untuk tidak mencabut gugatannya,” tutur menteri dari partai PDI Perjuangan itu.
Lebih lanjut Yasonna mengajak semua pihak untuk memusatkan energi pada penanganan penyebaran dan dampak pandemi Covid-19. ”Pemerintah saat ini terus memusatkan perhatian dan upaya untuk mengatasi penyebaran maupun dampak sosial serta ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19 ini,” jelas Yasonna.
”Alangkah lebih baik bila energi yang ada kita pakai untuk bergotong-royong mengatasi segala tantangan dan kesulitan. Sehingga bangsa ini secara bersama-sama bisa keluar sebagai pemenang dalam pertarungan melawan Covid-19,” ucapnya. (fin/zul/ful)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: