RUU HIP Ditolak, Prof Suteki: Bisa Dipakai sebagai Alat Gebuk Pihak yang Berseberangan dengan Rezim
Rancangan Undang-Undang Haluan Idelogi Pancasila (RUU HIP) yang menjadi perdebatan di tengah masyarakat dikupas tuntas oleh Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal (FH UPS) melalui Webinar Nasional yang diselenggarakan, Rabu (15/7) lalu. Dekan FH UPS Dr Achmad Irwan Hamzani bertindak sebagai pembicara kunci.
Narasumber yang dihadirkan antara lain Guru Besar FH Universitas Diponegoro Prof Dr Suteki SH MHum, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Dr Tony Rosyid, Dosen FH UPS Dr Sanusi SH MH, dan Dosen FH UPS Dr Eddhie Praptono SH MH, dengan dimoderatori Wakil Dekan III FH UPS Imam Asmarudin SH MH serta pembawa acara Nurulita TW SE.
“Webinar Nasional ini diselenggarakan untuk meluruskan berbagai persepsi tentang penolakan masyarakat terhadap rencana diundangkannya RUU HIP yang dianggap akan mengancam eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia,” kata Dekan FH UPS Dr Achmad Irwan Hamzani melalui Wakil Dekan I FH UPS Kanti Rahayu SH MH.
Guru Besar FH Universitas Diponegoro Prof Dr Suteki SH MHum dalam materinya menyampaikan, RUU HIP tidak layak menjadi UU jika ditinjau dari Naskah Akademis maupun substansi RUU HIP. “Distorsi teks dan konteks Pancasila telah membuktikan bahwa ada hidden agenda dibalik penyusunan RUU HIP ini,” ujar Prof Suteki.
Menurut Prof Suteki, seandainya pun karena kritik masyarakat lalu TAP MPRS XXV 1966 dimasukkan ke RUU HIP dan Trisila dan Ekasila ditiadakan, bukan berarti masalah selesai. “Intinya RUU HIP telah mendown grade Pancasila sebagai Falsafah Dasar Negara dan Norma Dasar Negara menjadi Norma Hukum Positif yang dapat dipakai sebagai alat gebuk bagi pihak yang berseberangan dengan rezim,” urai Prof Suteki.
Dekan FH UPS Dr Sanusi SH MH mengungkapkan, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Sedangkan Dekan FH UPS Dr Eddhie Praptono SH MH mengemukakan, RUU HIP harus dibatalkan karena memicu terjadinya konflik di masyarakat. Pancasila merupakan ideologi final yang tidak dapat diubah.
“Pemerintah dan DPR harus mempertimbangkan Partisipasi Publik mengenai RUU HIP,” terang Eddhie dalam materinya. (nam/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: