NU dan Muhammadiyah Tetap Mundur dari POP, Ketua LP Ma'arif: Evaluasi Menteri Nadiem Hanya Basa-basi

NU dan Muhammadiyah Tetap Mundur dari POP, Ketua LP Ma'arif: Evaluasi Menteri Nadiem Hanya Basa-basi

Program Organisasi Penggerak (POP) yang diusung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kian menjadi polemik di masyarakat. Sejumlah kalangan menilai program tersebut penuh dengan ketidakjelasan dan kejanggalan.

Di antaranya mulai dari kriteria peserta dan prosedur pelaksanaan yang terkesan asal-asalan. Kesemrawutan program itu juga dipertegas, dengan mundurnya tiga organisasi masyarakat (ormas) besar yang bergerak dalam skala pendidikan.

Ketiga organisasi tersebut diantaranya, Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU), Majelis Pendidikan Dasar dan menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Salah satu alasan ketiga organisasi tersebut mundur dari POP, karena merasa janggal dengan program tersebut. Terlebih, proses seleksinya pun disebut tidak transparan.

Mereka melihat, banyak ormas-ormas yang notabene tidak jelas bisa medapatkan anggaran POP kategori 'Gajah' yang jumlahnya mencapai Rp20 miliar pertahun.

Untuk bisa menjawab kejanggalan dan ketidakjelasan tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengawasi POP tersebut. Mengingat, anggaran dalam program itu mencapai setengah triliun (Rp595 miliar per tahun).

"KPK harus terlibat untuk melaksanakan fungsi pencegahan dalam penggunaan anggaran ratusan miliar yang digelontorkan Kemendikbud kepada berbagai organisasi di luar Kemendikbud. BPK memeriksa dan mengawasi penggunaan anggaran POP di lingkungan Kemendikbud," kata Satriwan, Senin (27/7).

FSGI juga mendorong, agar Irjen Kemendikbud untuk melakukan pengawasan internal di lingkungan Kemendikbud kepada Direktorat Jenderal GTK dan jajarannya yang terkait, untuk memastikan efektivitas dan kualitas berbagai pelatihan yang mengeluarkan dana besar tersebut

"Hal itu mutlak dilakukan mengingat jumlah uang yang dikelola sangat banyak. FSGI tidak ingin para pengurus organisasi guru berhubungan dengan KPK karena tersandung kasus penyalahgunaan dana POP," ujarnya.

Satriwan meyebutkan, bahwa pihaknya menemukan beberapa organisasi masyarakat atau yayasan yang mendapat anggaran POP kategori gajah, tetapi hanya melatih guru di tiga kota bahkan ada yang hanya di satu kota.

Menurutnya, hal itu berbanding terbalik dengan Muhammadiyah dan LP Maarif NU yang juga masing-masing dapat satu gajah. Tetapi, sasarannya guru dan sekolah sampai di 25 Provinsi.

"Itu menunjukkan fakta seleksi POP tidak adil, tidak proporsional, dan berpeluang menghamburkan uang negara," tegasnya.

Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU), Arifin Junaidi menilai, bahwa POP Kemendikbud belum matang. Menurutnya, POP yang ada saat ini terkesan terlalu dipaksa untuk diluncurkan.

"Kami tidak menganggap program ini jelek, program ini bagus karena LP Ma'arif NU sudah melaksanakannya berpuluh-puluh tahun. Karena programnya bagus, maka kami berharap dijalankan dengan bagus. Kalau programnya bagus tapi dijalankan secara tidak bagus hasilnya bisa tidak bagus," kata Arifin.

Sumber: