Soal Pengawalan Jenderal pada Buronan Djoko Tjandra, Mahfud MD Harus Desak Mabes Polri Transparan

Soal Pengawalan Jenderal pada Buronan Djoko Tjandra, Mahfud MD Harus Desak Mabes Polri Transparan

Menko Polhukam Mahfud MD tidak perlu repot-repot untuk membentuk Tim Pemburu Koruptor. Cukup mengawasi secara agresif lembaga penegak hukum dan instansi di bawah koordinasinya agar serius memberantas korupsi, terutama menangkap Joko Tjandra.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane menegaskan pembentukan Tim Pemburu Koruptor dari rezim ke rezim tidak ada gunanya. Koruptor tetap nyaman dan happy kabur ke luar negeri. ”Saat ini misalnya, ada 39 koruptor buronan di luar negeri karena Tim Pemburu Koruptor yang dibentuk rezim masa lalu kerjanya slow slow saja,” terang Neta kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Selasa (21/7).

Langkah ini lebih bermanfaat ketimbang Mahfud beralusinasi dengan pembentukan Tim Pemburu Koruptor, yang bisa tumpang tindih dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK. ”Mahfud misalnya segera mendalami pengakuan Mabes Polri yang mengatakan bahwa Brigjen Prasetyo mendampingi Joko Tjandra dalam perjalanan ke Kalimantan Barat,” timpanya.

Bagi IPW pengakuan Mabes Polri ini tidak mengejutkan. ”Jauh hari sebelumnya, IPW sudah mendapat foto Brigjen Prasetyo mendampingi buronan kakap Joko Tjandra ke Pontianak dan IPW juga mendapat foto copy dokumen perjalanan mereka,” ungkapnya.

Namun yang perlu digali Menko Polhukam dari penjelasan Mabes Polri itu adalah dalam rangka kepentingan apa antara jenderal polisi itu dengan sang buronan kakap ke Kalimantan Barat.

”Benarkah Brigjen Prasetyo mengawal Joko Tjandra agar tidak diganggu siapa pun selama perjalanan ke Kalimantan Barat. Apakah pengawalan sang jenderal ini murni gratis,” tanya dia.

Jika pengawalan itu atas inisiatif Brigjen Prasetyo tentunya saat Djoko Tjandra muncul di Bandara Pontianak sudah ditangkap oleh Kapolda Kalbar, mengingat pangkat Kapolda lebih tinggi dari Prasetyo. ”Jika Kapolda Kalbar tidak tahu bahwa Djoko Tjandra muncul di wilayah tugasnya, ini akan lebih aneh lagi,” terangnya.

Untuk itu, Menko Polhukam perlu mendesak Mabes Polri menjelaskan secara transparan tentang aksi pengawalan Brigjen Prasetyo terhadap Joko Tjandra. Ini agar mata rantai kasus Joko Tjandra ini terungkap terang benderang dan para pejabat Mabes Polri tidak membuat misteri baru dalam kasus Joko Tjandra.

”Menko Polhukam perlu agresif mengawasi kinerja Polri. Ini lebih urgent dan strategis ketimbang membentuk Tim Pemburu Koruptor. Wong koruptornya sudah datang ngga ditangkap kok malah dikasih surat jalan, lalu apa manfaat Tim Pemburu Koruptor?” tanya Neta.

Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan kasus dugaan pidana yang melibatkan Brigjen Pol Prasetijo Utomo telah naik ke tahap penyidikan setelah Tim Khusus Bareskrim rampung memeriksa enam saksi. ”Setelah pemeriksaan enam saksi tersebut naik ke penyidikan,” kata Irjen Argo

Dalam kasus pidananya, Prasetijo akan dijerat dengan Pasal 263 KUHP, 426 KUHP dan atau 221 KUHP. ”Setelah naik ke penyidikan, tim akan menindaklanjuti penyidikan kasus ini dengan mencari tersangkanya,” imbuhnya.

Brigjen Prasetijo Utomo dicopot dari jabatan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri dan digeser ke bagian Yanma Polri dalam rangka pemeriksaan.

Mutasi jabatan itu buntut dari penerbitan surat jalan oleh Prasetijo untuk Joko Tjandra. Prasetijo yang dinilai telah melakukan hal yang melampaui kewenangannya. Prasetijo diketahui mengeluarkan surat jalan bagi Joko Tjandra atas inisiatif sendiri tanpa seizin pimpinan.

Tak hanya itu, pemberian surat keterangan sehat bebas Sovid-19 untuk Joko juga melibatkan Prasetijo. Atas perbuatannya tersebut, Prasetijo akan dikenakan sanksi kode etik Polri, sanksi disiplin dan sanksi pidana. (fin/zul/ful)

Sumber: