Mantan Wakil Presiden Sebut 17 Agustus Penderita Covid-19 Bisa 120.000 Orang

Mantan Wakil Presiden Sebut 17 Agustus Penderita Covid-19 Bisa 120.000 Orang

Jumlah penderita COVID-19 di Indonesia diprediksi akan tembus 120 ribu orang pada Agustus mendatang. Karenanya dibutuhkan upaya konkret dalam memutus mata rantai penyebarannya.

Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kala (JK) mengatakan berdasarkan prediksi PMI, pada peringatan Hari Kemerdekaan, 17 Agustus 2020, jumlah penderita COVID-19 mencapai 120 ribu. Untuk itu dia meminta agar ada upaya pencegahan optimal.

"Saya perkirakan akhir Juli ini akan mencapai angka 100.000, dan pada tanggal 17 Agustus jumlah penderita COVID-19 di Indonesia akan mencapai 120.000 kalau tidak ada intervensi yang keras dari kita," kata mantan Wakil Presiden Indonesia dua periode tersebut, saat menyampaikan pengarahan pada Musyawarah Provinsi PMI DKI Jakarta XII/2020 di Wisma PMI Jakarta, Rabu (15/7).

Lelaki yang akrab disapa JK ini mengatakan peningkatan jumlah kasus tersebut disebabkan karena cepatnya penularan COVID-19 pada manusia. Oleh karena itu, kecepatan penanganan yang optimal perlu dilakukan untuk menekan angka penularannya.

"Ciri dari COVID-19 selain mematikan, juga sangat cepat penularannya. Di Indonesia, ketika awal pandemi ini pada Maret, butuh waktu dua bulan mencapai angka 10.000. Sekarang hanya butuh waktu tujuh hari untuk bertambah lagi 10.000," katanya.

Karena itu, JK meminta protokol kesehatan, seperti yang diterapkan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) harus diterapkan secara disiplin. Sebab itu menjadi salah satu cara efektif mencegah penularan COVID-19.

"Saya kira tidak ada cara yang paling efektif membendung wabah ini selain mengurangi pergerakan orang. Mengenai caranya, terserah pemerintah," kata Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI itu.

JK juga menegaskan, PMI akan terus mendukung upaya pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19, dengan sosialisasi protokol kesehatan, penyemprotan disinfektan, dan penyaluran bantuan.

"Tentunya PMI tetap membantu dengan melakukan penyemprotan disinfektan karena hanya itu cara mematikan virus tersebut," kata JK.

Terkait meningkatnya kasus, anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Kalimantan Selatan, Taufik Arbain, meminta pemerintah melakukan pemetaan masalah sosial, lingkungan dan kebijakan dalam penanganan pandemi COVID-19.

"Pemerintah, jangan hanya sekadar menampilkan pergerakan angka-angka, kampanye hidup sehat, protokol kesehatan, penanganan medis yang responsif. Tapi harus juga mengurai penyebab tingginya angka penularan," katanya.

Kebijakan penanganan COVID-19 harus bergerak, seiring pergerakan lingkungan, khususnya perubahan perilaku akibat implikasi dari COVID-19, terutama pada aspek sosial ekonomi.

Dikatakannya, banyak tantangan yang harus dihadapi terkait percepatan penanganan COVID-19 ini. Pertama, salah pengertian dengan istilah kebijakan normal baru atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). (gw/zul/fin)

Sumber: