Gara-gara Cina, Ekonomi Indonesia Terpuruk

Gara-gara Cina, Ekonomi Indonesia Terpuruk

Pemerintah Indonesia sudah saatnya untuk melepaskan diri dari ketergantungan dengan Cina, termasuk dalam hal investasi. Pasalnya, ketergantungan tersebut busa berdampak buruk bagi Indonesia.

Oleh karena itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meminta terkait masalah tersbebut untuk segera dievaluasi. Hal ini guna menghindari ke depan perekonomian Indonesia tidak akan sesuai yang diharapkan.

Dia menjelaskan, apabila ekonomi Negeri Tirai Bambu itu melemah, otomatis akan menyeret perekonomian Indonesia yang ikut melambat. "Jika melihat di Cina pertumbuhan ekonominya turun 1 persen itu bisa berdampak 0,3 persen pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam video daring, kemarin (13/7).

Lanjut dia, rendahnya investasi Cina ke Indonesia memengaruhi realisasi investasi pada kuartal I/2020. BKPM mencatat, total realisasi investasi pada Januari-Maret lalu mencapai Rp210 triliun. Dari total investasi itu, Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp98 triliun (46,5 persen) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp112,7 triliun (53,5 persen).

"Nah, kenapa PMA lebih sedikit dari PMDN? Ini karena perusahaan PMA baru kerja. Sementara pengiriman barang Cina belum mengizinkan sehingga realisainya menjadi lambat," tuturnya.

Untuk itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi dan menciptakan strategi bagaimana agar Indonesia tidak ketergantungan lagi dengan Cina. Adapun hikmah adanya Covid-19 ini, selain dengan Cina, Indonesia juga tidak boleh bergantung dengan negara-negar lain. "Covid ini juga membawa berkah supaya kita mengevaluasi diri bahwa sebaik-baiknya sebuah negara tidak boleh tergantung juga pada negara lain," ucapnya.

Ia menambahkan, setelah nantinya tidak bergantung dengan Cina dan negara-negara lain, namun Indonesia perlu juga menjalin hubungan baik dengan negara lain seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang. "Posisi Indonesia cenderung bergantung ke China. Tetapi mempertahankan hubungan baik dengan Amerika Serikat dan Jepang juga penting," ujarnya.

Terpisah, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna mengatakan, memang sudah saatnya pemerintah Indoenesia untuk tidak bergantung dengan satu negara, seperti dari Cina. "Pandemi Covid-19 ini mengajarkan semua perusahaan untuk tidak memusatkan aktivitas investasinya di satu tempat. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia harus memanfaatkan itu dengan mendorong perusahaan asing di Tongkok untuk relokasi (pabriknya) ke Indonesia," katanya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (13/7).

Senada, menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohmmad Faisal agar perekonomian tetap tumbuh dengan stabil, maka tidak boleh ketergantungan dengan negara Cina. "Nah, memang harus ada diversifikasi. Sebab apabila terjadi sesuai kan ada back up dari negara lain," tukasnya. (din/fin)

Sumber: