Kode Jokowi saat Ketemu Pimpinan MPR, Hanya Ingin Para Pembantunya Bekerja Sesuai Target

Kode Jokowi saat Ketemu Pimpinan MPR, Hanya Ingin Para Pembantunya Bekerja Sesuai Target

Isu perombakan kabinet alias reshuffle diungkit dalam pertemuan antara pimpinan MPR dan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (8/7). Ancaman reshuffle dihembuskan karena Jokowi ingin Kabinet Indonesia Maju bekerja maksimal.

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut soal reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif presiden. Karena itu, dirinya tidak ikut campur.

"Presiden menyampaikan bahwa persoalan reshuffle masih kewenangan beliau. Nanti akan... Jadi saya tidak tahu apakah ada reshuffle atau nggak. Presiden yang lebih tahu," ujar Bamsoet usai pertemuan.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan. Menurutnya, soal reshuffle memang sempat disinggung. Namun, Jokowi tidak menjelaskan secara gamblang.

Presiden, lanjutnya, hanya ingin para pembantunya bekerja sesuai target yang ditetapkan. "Secara implisit itu yang disampaikan presiden. Jadi silakan diartikan sendiri," ucap Syarief.

Sebelumnya, Mensesneg Pratikno menegaskan isu reshuffle sudah tidak relevan lagi. Alasannya, teguran keras direspons positif jajaran kabinet. Dia mengklaim serapan anggaran kementerian/lembaga sudah meningkat. Begitu juga soal eksekusi program-program dari kementerian dan lembaga.

"Jadi kalau progresnya bagus, ngapain direshuffle? Tentunya dengan progres yang bagus ini, isu reshuffle nggak relevan lagi," ucap Pratikno.

Menanggapi hal ini, pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio memprediksi Istana sengaja mengerem isu reshuffle karena tak ingin menganggu kerja Kabinet Indonesia Maju. Ancaman reshuffle itu diduga dilontarkan Jokowi untuk memotivasi para menterinya.

"Saya menilai Jokowi ingin supaya para menteri dapar bekerja lebih keras dan sesuai target," ujar Hendri.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. Menurutnya, isu reshuffle kabinet. dapat memperlambat akselarasi kerja Jokowi.

"Gonta-ganti menteri berkali kali dapat memperlambat akselarasi kerja kementerian itu sendiri. Sebab, menteri baru harus beradaptasi kembali dan mulai dari nol lagi," kata Pangi.

Dia meyakini meski reshuffle dilakukan berapa kali, hasilnya akan tetap sama. "Selama reshuffle berbasis politik, tidak akan punya korelasi linear terhadap kinerja. Ini mulai terungkap dan terkonfirmasi, banyak menteri tidak mampu mengimbangi ritme kerja presiden," jelasnya.

Selain itu, intervensi parpol dalam penyusunan kabinet cukup kuat. Padahal, tindakan tersebut justru akan mereduksi hak prerogatif presiden. Menurutnya, kemarahan Jokowi diduga akibat salah menempatkan posisi para pembantunya.

Terpisah, pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Saiful Anam menyebut ungkapan Mensesneg Pratikno yang mengatakan reshuffle tidak lagi relevan, seperti menutupi sesuatu. Menurutnya, Jokowi membutuhkan menteri yang punya karakter pekerja keras, cepat, tanggap, responsif, jujur dan ikhlas. Persis seperti gaya Jokowi.

Sumber: