Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Sah, Yusril: Saya Melihat Putusan MA Itu Dipelintir Sesuka Hati
Dikabulkannya sebagian permohonan uji materi yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri cs oleh Mahkamah Agung (MA) memunculkan polemik. Keputusan MA itu terkait ketentuan Pasal 3 ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih.
Salah seorang yang iku mengomentarinya adalah Yusril Ihza Mahendra. Melalui akun @Catatan_Yusril, Yusril menyebut putusan MA tersebut dipelintir, sehingga seolah-olah penetapan Jokowi sebagai calon presiden terpilih tidak sah.
Yusril memulai cuitannya dengan menyebut putusan MA itu dipelintir semuanya. “Saya melihat Putusan MA itu No. 44 P/HUM/2019 itu diplintir sesuka hati penulis di atas. Dalam Putusan itu, MA hanya menguji secara materil Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 apakah secara normatif bertentangan dengan UU di atasnya atau tidak,” tulisnya, Selasa (7/7).
Ia mengatakan, putusan MA itu sama sekali tidak masuk atau menyinggung kasus sudah menang atau belum Jokowi dalam Pilpres 2019.
Dikatakan Yusril, menang tidaknya Jokowi dalam Pilpres 2019 telah diputus oleh MK karena hal itu menjadi kewenangannya. MA samasekali tidak berwenang mengadili sengketa Pilpres.
Ia menyebutkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu final dan mengikat. Dalam menetapkan kemenangan Jokowi dan Ma’ruf Amien, KPU merujuk pada Putusan MK yang tegas menolak permohonan sengketa yang diajukan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Lagi pula, kata dia, putusan uji materil itu diambil oleh MA 28 Oktober 2019, seminggu setelah Jokowi-Ma’ruf dilantik oleh MPR. “Putusan MA itu bersifat prospektif atau berlaku ke depan sejak tanggal diputuskan. Putusan MA tidak berlaku retroaktif atau surut ke belakang,” katanya.
Menurut Yusril, aturan Pilpres yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon memang tidak diatur dalam dalam Pasal 416 UU 7/2017 tentang Pemilu.
Ketentuan Pasal 7 ayat 3 PKPU No 5 Tahun 2019 itu mengaturnya dengan mengacu kepada Putusan MK No 50/PUU-XII/2017 yang menafsirkan ketentuan Pasal 6A UUD 45 dalam hal Paslon Capres dan Cawapres hanya dua pasangan.
“Dalam keadaan seperti itu, maka yang berlaku adalah suara terbanyak tanpa perlu diulang lagi untuk memenuhi syarat sebaran kemenangan di provinsi2 sebagaimana diatur Pasal 6A itu sendiri,” beber Yusril.
BACA: Benarkah MA Batalkan Penetapan Jokowi Jadi Presiden? Ini Salinan Putusannya
Dikatakan Yusril, patut disadari bahwa Putusan MK dalam perkara pengujian undang-undang mempunyai kekuatan yang setara dengan norma undang-undang itu sendiri, meskipun Putusan MK bukan merupakan suatu bentuk peraturan perundang-undangan.
Ia menjelaskan, MA memutus perkara pengujian PKPU itu dengan merujuk kepada Pasal 416 UU Pemilu yang tidak mengatur hal tersebut, sehingga menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU itu bertentangan dengan UU Pemilu.
“Masalahnya MA memang tidak dapat menguji apakah PKPU tsb bertentangan dengan Putusan MK atau tidak. Di sini letak problematika hukumnya,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: