Angkat Hakim Tipikor PN Jakpus Jadi Komisaris, Kementerian BUMN Terang-terangan Langgar UU 

Angkat Hakim Tipikor PN Jakpus Jadi Komisaris, Kementerian BUMN Terang-terangan Langgar UU 

Keputusan Kementerian BUMN mengangkat seorang hakim ad hoc tipikor bernama Anwar yang bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi Komisaris di Patra Niaga (anak usaha Pertamina) dianggap merupakan pelanggaran yang dilakukan secara terang-terangan.

Pelanggaran yang dimaksud terkait UU 46/2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pasal 10 Ayat 4. Seperti   disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Law Reform Institute (Ilrins) Jeppri F. Silalahi dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Jumat (3/7).

“Dalam hal ini, Kementerian BUMN dan sdr. Anwar patut diduga secara bersama-sama melanggar peraturan perundang-undangan dan mencoreng wajah profesi mulia hakim,” ujar Jeppri F. Silalahi dikutip dari Pojoksatu.

Humas PN Jakarta Pusat memang mengklarifikasi bahwa yang bersangkutan (Anwar) sudah mundur sebagai hakim sejak RUPS di Patra Niaga yang telah mengangkatnya sebagai komisaris per tanggal 12 Juni 2020.

Jika demikian, sambung Jeppri, maka seharusnya sejak tanggal 12 Juni itu juga dirinya telah mengajukan pengunduran diri sebagai hakim ad hoc Tipikor melalui ketua Pengadilan Negeri.

“Seharusnya Kementerian BUMN meminta dan memeriksa terlebih dahulu surat resmi keputusan pemberhentian sdr. Anwar sebagai hakim, baru lah bisa menetapkan sdr. Anwar sebagai komisaris di Patra Niaga,” sesal Jeppri Silalahi.

Sebab, lanjut Jeppri, sah atau tidaknya pengunduran diri hakim ad hoc itu ada aturan dan mekanisme formil yang wajib dipenuhi, yakni pemberhentian seorang hakim harus dengan Keputusan Presiden atas usul ketua Mahkamah Agung sebagaimana yang diatur dalam UU 46/2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pasal 10 ayat 4.

“Karena bisa dipastikan saat ditetapkan sebagai komisaris dalam RUPS Patra Niaga sdr. Anwar masih berstatus sebagai hakim ad hoc,” ungkapnya.

Atas dasar itu, Jeppri menyimpulkan bahwa Anwar sebagai hakim ad hoc telah melakukan rangkap jabatan dan itu melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam UU Pengadilan Tipikor Pasal 15 dan Kode Etik serta Pedoman Prilaku Hakim.

“Maka sudah semestinya sesuai sanksi yang diatur Mahkamah Agung/Komisi Yudisial segera memberhentikan dengan tidak hormat yang bersangkutan sebagai hakim karena melakukan tindakan rangkap jabatan,” tegasnya.

Kedua, Kementerian BUMN yang dipimpin oleh Erick Thohir harus membatalkan Keputusan RUPS Patra Niaga yang mengangkat Anwar sebagai komisaris karena melanggar ketentuan Peraturan Menteri BUMN 03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan 
Anggota Komisaris Anak Perusahaan BUMN yang mensyaratkan calon komisaris tidak sedang menduduki jabatan yang secara peraturan perundang-undangan yang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan dewan komisaris.

“Saya mengingatkan kepada menteri BUMN untuk tidak ugal-ugalan dalam mengambil suatu keputusan. Sebab segala seusuatu tindakan keputusan pejabat negara ada aturan main. Jika tidak paham sebaiknya belajar dan bertanya dulu sebelum membuat keputusan,” tegasnya.
(sta/rmol/pojoksatu/ima)

Sumber: