Belanja Penanganan Covid-19 Kian Besar, Defisit APBN 2020 Bengkak Rp1.039,2 Triliun
Anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang cukup besar membuat defisit anggaran diproyeksi melebar menjadi 6,34 persen atau Rp1.039,2 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Pemerintah sebelumnya telah melakukan penambahan biaya dalam penanganan penyebaran corona dan dana PEN dari sebelumnya Rp677,2 triliun menjadi Rp695,2 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Luky Alfirman menjelaskan, pelebaran defisit anggaran disebabkan karena porsi belanja yang semakin besar, sementara penerimaan negara tertekan. Ini karena dana negara yang terbilang besar difokuskan untuk mitigasi Covid-19 dan PEN.
Dalam hal ini, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2020 yang merupakan revisi dari PMK nomor 54 tahun 2020. Dalam peraturan ini pendapatan negara sebesar Rp1.699,94 triliun dengan komposisi penerimaan perpajakan Rp1.404,5 triliun, PNBP Rp294,14 triliun dan hibah Rp1,3 triliun.
Selanjutnya untuk belanja negara Rp2.739,16 triliun terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.975,24 triliun termasuk tambahan belanja penanganan Covid-19 Rp358,88 triliun, belanja TKDD Rp763,92 triliun dan termasuk belanja penanganan Covid-19 Rp5 triliun.
"Defisit melebar karena belanja lebih besar dari penerimaan kita. Pendapatan negara turun karena ekonomi kita alami tekanan dan perlambatan ekonomi. Di sinilah peran pemerintah jika kita bicara mengenai countercyclical," katanya dalam video daring, Kamis (2/7) kemarin.
Menurut dia, kebijakan pemerintah untuk memutus rantai dan PEN dengan dana yang besar sudah tepat. Walaupun langkah tersebut membuat defisit melebar. "Saat ini ekonomi butuh stimulus tambahan dengan belanja yang besar, proyek infrastruktur memberikan multiplier efek untuk ekonomi ini berimplikasi ke defisit," ujarnya.
Dengan stimulus yang digelontorkan pemerintah, katanya, sektor usaha sudah kembali berjalan, dan diharapkan penerimaan negara kembali meningkat. Sehingga nantinya peningkatan pendapatan negara itu bisa digunakan untuk pembayaran defisit dengan pengelolaan penuh kehati-hatian.
"Pemerintah inginnya cari pembiayaan cost of fund paling murah itu tujuan yang pertama. Namun kita harus harus kelola risiko yang manageable," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan, defisit APBN 2020 melebar jadi karena adanya revisi pendapatan dan belanja negara pada Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2020.
"Perpers nomor 54 tahun 2020 akan direvisi dengan defisit yang meningkat dari Rp852,9 triliun atau 5,07 persen dari GDP jadi Rp1.039,2 triliun, atau menjadi 6,34 persen dari PDB," katanya. (din/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: