Menangis lalu Sebut Dirinya Goblok, Risma Tak Cocok untuk Jakarta
Tindakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini alias Bu Risma menjadi buah bibir, tidak hanya warga dan masyarakat Surabaya, tapi Tanah Air.
Itu setelah Orang Nomor Satu di Kota Pahlawan itu menangis dan bersujud di hadapan tenaga medis, saat pertemuan antara pemerintah Kota Surabaya dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur.
Bu Risma bahkan melakukan sujud dua kali saat pertemuan yang dipenuhi kamera tersebut, di Balai Kota Surabaya, Senin (29/6) siang.
Di tengah pertemuan itu, Bu Risma sempat mengeluarkan kalimat menyedihkan.
"Tolonglah kami jangan disalahkan terus. Apa saya rela warga saya mati, kami masih ngurus orang meninggal sampai jam tiga pagi yang warga bukan Surabaya, kami masih urus. Saya memang goblok, saya tak pantas jadi wali kota," ujar Risma.
Nah, pakar politik dan hukum dari Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam heran dengan sikap Risma yang biasanya cenderung temperamental, tetapi kini seperti tampak lemah. "Bagaimana mungkin seorang pemimpin sampai nyungkem-nyungkem seperti itu. Saya lihat beliau juga terlalu tempramen dan suka marah-marah," ucap Saiful Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (30/6).
Saiful mengatakan, seorang pemimpin seharusnya smart mengatasi persoalan yang ada di wilayahnya. "Pemimpin tidak seperti itu, pemimpin itu smart, kalau kerjaannya marah, nyungkem-nyungkem ya diragukan kepemimpinannya," tutur Saiful.
Seturut Saiful, sosok Bu Risma tidak cocok menjadi Gubernur DKI Jakarta sebagaimana yang mulai didengungkan belakangan ini.
Sebab, kondisi DKI Jakarta lebih majemuk dan masalah yang ada lebih kompleks. "Bagaimana mau mimpin DKI Jakarta yang masyarakatnya multikultural?" terang Saiful.
Dia pun menyarankan agar Risma segera melakukan pembenahan gaya kepimpinannya dengan mengedepankan rasionalitas dibanding perasaan.
Apalagi gaya sungkeman dan sujudnya bertentangan dengan kebijakan PSBB yang diperpanjang. "Kok tiba-tiba nyungkem-nyungkem karena angka positif Covid-19 masih tinggi, padahal PSBB sebelumnya minta dihentikan. Ini kan kontradiktif. Tidak menunjukkan kelas seorang pemimpin," pungkas Saiful. (rmol/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: