Demokrat Walk Out, AHY: RUU HIP Justru Turunkan Derajat dan Makna Pancasila

Demokrat Walk Out, AHY: RUU HIP Justru Turunkan Derajat dan Makna Pancasila

Partai Demokrat menyatakan tidak setuju terhadap Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Bahkan, anggota panitia kerja (panja) Fraksi Partai Demokrat sempat menarik diri alias walk out dari panja RUU HIP.

Walk out dilakukan karena argumentasi Partai Demokrat tidak pernah menjadi perhatian khusus. "Partai Demokrat menarik diri atas situasi yang begitu cepat. Argumentasi kami tidak menjadi perhatian khusus. Bukan hanya Demokrat, banyak fraksi yang juga mengkritisi konteks RUU ini," ujar anggota panitia kerja (panja) Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron di Jakarta, Jumat (26/6).

Karena tak pernah diberi kesempatan menyampaikan pendapat, Demokrat menarik diri. Penarikan dilakukan dalam Rapat Panja hingga saat Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan III yang mengesahkan RUU HIP menjadi usulan inisiatif DPR pada Selasa (12/5) lalu. Herman menyatakan pihaknya sempat ikut dalam dua dari tujuh pembahasan RUU HIP.

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Menurutnya, Demokrat tegas menolak RUU tersebut dilanjutkan pembahasannya. “Posisi Partai Demokrat secara tegas menolak dilanjutkannya pembahasan RUU HIP,” ujar AHY.

Dia mengatakan ada empat alasan mengapa RUU HIP perlu ditolak. Pertama, kehadiran RUU HIP jelas akan memunculkan ketumpangtindihan dalam sistem ketatanegaraan. "Sebab, ideologi Pancasila adalah landasan pembentukan konstitusi, yang melalui RUU HIP justru diturunkan derajatnya dan diatur oleh undang-undang. Hal itu menurunkan nilai dan makna Pancasila,” papar AHY.

Selain itu, RUU tersebut juga berpotensi memfasilitasi hadirnya monopoli tafsir Pancasila. Selanjutnya berpotensi menjadi alat kekuasaan yang mudah disalahgunakan serta tidak sehat bagi demokrasi.

Kedua, RUU HIP juga mengesampingkan aspek historis, filosofis, dan sosiologis. Sebab, RUU tidak memuat Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme sebagai konsideran dalam perumusan RUU.

“Padahal, TAP MPRS tersebut merupakan landasan historis perumusan Pancasila. Itu kita sepakati secara konsensus sebagai titik temu perbedaan di tengah kompleksitas ideologi dan cara pandang kebangsaan,” ucapnya.

Yang ketiga, RUU HIP memuat nuansa ajaran sekularistik atau bahkan ateistik. Hal itu, lanjutnya, mendorong munculnya ancaman konflik ideologi, polarisasi sosial-politik hingga perpecahan bangsa. Keempat, adanya potensi menjadikan Pancasila menjadi trisila atau ekasila.

"Empat alasan itu menjadi poin yang menegaskan penolakan terhadap RUU HIP. Partai Demokrat secara terbuka siap menjadi penyambung lidah untuk menjalankan politik kebangsaan yang sesuai dengan tuntunan nilai-nilai ahlusunnah wal jamaah,” terangnya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Dia mengatakan partainya kemungkinan akan meminta RUU tersebut dibatalkan.

Namun, Gerindra akan membicarakan terkait RUU HIP ditingkat DPP dengan meminta pendapat Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Setelah itu, baru akan disampaikan sikap resmi partai terkait RUU HIP tersebut.

Dasco membantah kabar yang beredar bahwa Gerindra menjadi pengusul RUU tersebut. "Kami tidak pernah mengusulkan RUU HIP. Kalau ada berita-berita seperti itu, maka perlu diluruskan. Sekali lagi, Gerindra tidak pernah mengusulkan RUU tersebut," tegasnya.

Wakil Ketua DPR RI itu menyatakamn partainya mendengar banyak masukan dari berbagai unsur dan komponen masyarakat. Dia mencontohkan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesional dan purnawirawan juga memberikan masukan kepada DPR RI dan lembaga legislatif tersebut akan memperhatikan masukan tersebut untuk ditindaklanjuti.

Sumber: