Setiap Tahun Tanah di Pesisir Pekalongan Turun 20 Centimeter
Pembangunan tanggul penahan rob dinilai akademisi belum solusi utama untuk mengatasi rob di pesisir Pekalongan. Faktor utama pemicu rob, yakni land subsidence (penurunan muka tanah) harus bisa dikendalikan untuk mengatasi rob di Pekalongan.
Pasalnya, di pesisir Pekalongan land subsidence cukup tinggi, yakni sekitar 20 cm pertahun. Hal itu disampaikan akademisi dari ITB Dr Heri Andreas saat Workshop Rembug Warga Peta Jalan Penanganan Rob Pekalongan Pasca Pembangunan Tanggul melalui webinar, Kamis (18/6).
Workshop ini diselenggarakan oleh Forum Komunitas Peduli Rob Pekalongan bekerjasama dengan Fakultas Teknik Unikal dan Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W-LPPM) IPB University.
Heri Andreas memaparkan, dengan permodelan, pada tahun 2020 ini sekitar 7.771 rumah terdampak banjir rob, dan diperkirakan 29.808 rumah akan terdampak pada dekade mendatang.
"Saat ini panjang jalan terdampak rob untuk kategori lokal primer sepanjang 23.912 km, sementara untuk lokal sekunder sepanjang 37.327 km," terang dia.
Potensi kerugian ekonomi saat ini diperkirakan mencapai Rp3,7 triliun, dan ia memperkirakan dapat mencapai Rp8,5 triliun pada dekade mendatang. Apakah dengan selesainya pembuatan tanggul maka selesai juga urusan rob?
Dengan kata lain apakah rob tidak akan datang lagi? Heri pun lantas menganalogikan penanganan rob di Jakarta.
Disebutkan, di Jakarta penanganan rob pun dengan tanggul yang dibangun cukup tinggi dan kuat, namun air laut tetap bisa melintasinya. Bahkan, di beberapa titik tanggul bocor dan jebol.
"Di Pekalongan akan terlihat masalah yang sama dengan di Jakarta.
Pada proses pembangunannya saja land subsidence sudah ada sehingga tanggul ditinggikan lagi. Ada kebocoran juga," ungkap dia.
Karenanya, kata dia, urusan tanggul belum selesai, karena tanggul mengalami land subsidence juga, sehingga air laut bisa melewati tanggul (overtopping). Selain itu, potensi tanggul bocor dan jebol bisa terjadi.
"Kesimpulannya tanggul bukan solusi utama. Land subsidence harus dikendalikan. Land subsidence ini faktor utamanya karena eksploitasi air tanah berlebihan. Apakah land subsidence bisa dikendalikan. Bisa. Ini sudah bisa dilihat di beberapa negara," ujar dia.
Upaya alternatif lainnya untuk mengatasi rob bisa dengan merelokasi warga terdampak banjir, namun ia memperkirakan untuk relokasi butuh anggaran Rp20 triliun. Reklamasi lahan pun bisa dilakukan untuk alternatif jangka panjang.
Ia juga mendorong agar dibentuk satuan gugus tugas untuk menangani rob di wilayah pesisir Pekalongan. Satuan tugas ini dibawah Pemprov Jateng. (had/zul)
Sumber: