Suku Bunga Acuan Dianggap Masih Tinggi

Suku Bunga Acuan Dianggap Masih Tinggi

Pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) dari 4,5 persen menjadi 4,25 persen dianggap masih tinggi. Alhasil, tidak berdampak pada dunia usaha.

Keluhan ini disampaikan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Disebutkan, suku bunga acuan nasional masih terlalu tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

"Seharusnya suku bunga BI bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN. Sehingga kami masih belum tertarik, karena masih terlalu tinggi," kata Ketua Perdagangan Apindo, Benny Soetrisno, kemarin (19/6).

Diketahui, suku bunga negara-negara ASEAN memang lebih rendah. Misalkan, Malaysia sejak Mei kemarin, suku bunga acuan hanya 2 persen. Sedangkan, Thailnad sejak Agustus 2019 di level 0,5 persen.

Karenanya, Bank Sentral harus kembali memangkas suku bunga acuan serendah mungkin demi bisa bersaing dengan negara-negara lain. Seba dengan kondisi sulit ini pelaku usaha tidak akan mengambil pinjaman apabila pengembaliannya masih selangit.

Kendati demikian, pihaknya memberikan apresiasi pada pemerintah yang kembali melakukan pemangkasan suku bunga acuan di tengah pandemi Covid-19. "Kami memberikan apresiasi adanya penurunan suku bunga. Namun, kami juga berharap pemerintah memberikan bantuan modal kerja untuk memulai aktivitas kerja setelah adanya pelonggaran PSBB di setiap daerah," tuturnya.

Seirama, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Antonius J Supit berpandangan suku bunga acua yang tinggi tidak akan memberikan manfaat kepada pelaku usaha.

Apalagi, sampai saat ini pengusaha belum mendapatkan insentif seperti yang dijanjikan pemeirntah. "Pelaku usaha mengandalkan pemerintah. Kalau tidak dibantu, akan lebih banyak PHK," tambah dia.

Terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna menyoroti kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berperan besar dalam mengawasi perbankan agar mengikuti penurunan suku bunga setelah BI menurunkan suku bunga acuan.

"Nah, suku bunga rendah akan percuma juga jika suku bunga pasar tidak ikut turun. Jadi kuncinya ada di OJK yang sekarag meregulasi dan mengawas perbankan," katanya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (19/6).

Sementara Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, penurunan suku bunga acuan belum memberikan sinyal positif menguatnya Rupiah pada kemarin (19/6).

Mengutip BI kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor nilai tukar Rupiah melemah ke level Rp14.242 atau turun 56 poin dari posisi sebelumnya di level Rp14.186. "Saya melihat masih ada tarik menarik antara sentimen positif dan negatif sehingga Rupiah belakangan ini bergerak tipis," ujarnya.

Sebelumnya, BI memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 4,5 persen menjadi 4,25 persen pada Juni 2020. Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing turun 25 bps menjadi 3,5 persen dan 5,0 persen. Keputusan ini diambil untuk mendorong perekonomian nasional di tengah wabah corona. (din/zul/fin)

Sumber: