Rapid Test Harus Negatif Jika Mau Pergi Keluar Kota

Rapid Test Harus Negatif Jika Mau Pergi Keluar Kota

Era normal baru akan segera diterapkan pemerintah. Sejalan dengan hal itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2020.

Aturan ini berisi tentang kriteria dan syarat perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat yang produktif dan aman COVID-19. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyatakan kriteria dan syarat itu sebagai panduan perjalanan bagi orang-orang di masa adaptasi kebiasaan baru.

Tujuan utama dari kriteria dan syarat tersebut adalah meningkatkan penerapan protokol kesehatan dalam kebiasaan baru. "Sehingga tercipta kehidupan aman dan produktif dan meningkatkan upaya pencegahan penyebaran COVID-19," tegas Doni di Jakarta, Senin (8/6) kemarin.

Dalam SE tersebut, perjalanan didefinisikan sebagai pergerakan orang dari satu daerah ke daerah lain. Yakni berdasarkan batas wilayah administrasi provinsi, kabupaten dan kota, serta kedatangan orang dari luar negeri ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum darat, kereta api, laut dan udara.

Kriteria paling utama yaitu menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan. Langkah yang harus dilakukan dalam penerapan protokol tersebut yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun di bawah air yang mengalir.

Salah satu syarat yang perlu diperhatikan pada perjalanan orang di dalam negeri adalah surat keterangan uji tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan hasil negatif. Surat keterangan uji tes PCR tersebut berlaku 7 hari terhitung saat keberangkatan.

Sedangkan orang yang memiliki surat keterangan uji rapid test dengan hasil nonreaktif, berlaku 3 hari pada saat keberangkatan. "Persyaratan perjalanan orang dalam negeri itu dikecualikan untuk perjalanan orang di dalam komuter dan perjalanan di dalam wilayah atau kawasan aglomerasi," papar mantan Danjen Kopassus ini.

Gugus Tugas, lanjut Doni, bersama pemerintah daerah, otoritas penyelenggara transportasi umum yang dibantu TNI dan Polri telah melakukan pengendalian perjalanan orang dan transportasi umum.

"Di sisi lain, pemerintah pusat dan pemda berhak menghentikan atau melarang perjalanan orang atas dasar SE tersebut atau ketentuan peraturan perundang-undangan," jelasnya.

Dengan berlakunya SE Nomor 7 tersebut, maka SE sebelumnya bernomor 4 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 dan bernomor 5 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 dicabut dan tidak berlaku. SE baru nomor 7 tahun 2020 ditetapkan oleh Ketua Pelaksanan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 pada 6 Juni 2020.

Selain itu, Gugus Tugas juga mengumumkan 102 kabupaten/kota yang berada di zona hijau. Kemudian, 136 kabupaten/kota yang berada di zona kuning. "Pemerintah telah mengumumkan 102 kabupaten kota yang masuk dalam zona hijau atau kawasan yang belum memiliki kasus terkonfirmasi positif pada tanggal 30 Mei 2020," terang Doni.

Dia menegaskan kondisi wilayah tersebut tidak tetap. Melainkan dinamis. Yakni sewaktu-waktu bisa berubah, tergantung kesungguhan pemda dan seluruh komponen masyarakat.

"Hal yang sama juga berlaku pada 8 sektor ekonomi yang telah diperbolehkan melakukan kembali kegiatannya. Yakni pertanian dan peternakan, perkebunan, perikanan, industri manufaktur, konstruksi, logistik, transportasi barang, pertambangan dan perminyakan," tukasnya.

Menurutnya, kabupaten dan kota serta sektor yang telah dibuka menuju masyarakat produktif dan aman COVID-19, akan berhasil jika menaati protokol kesehatan yang ketat.

Sumber: