Pendapatan 503 Daerah Anjlok, KPK Mulai Cermati Pajak dan Aset Pemda

Pendapatan 503 Daerah Anjlok, KPK Mulai Cermati Pajak dan Aset Pemda

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan komponen penerimaan yang paling tertekan di tengah wabah virus corona (Covid-19) yang belum juga mereda. Angka penurunannya sampai 27,73 persen akibat adanya perlambatan aktivitas ekonomi sehingga berdampak langsung terhadap pajak dan retribusi daerah.

Secara nasional, ada 530 daerah di Indonesia yang mengalami penurunan pendapatan yang cukup besar.

Direktur Jendral Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menyebutkan, rata-rata pendapatan dari 530 daerah sebelum ada Covid-19 sebesar Rp1.238,51 triliun. Sedangkan, saat ini hanya Rp1.042,69 triliun sehingga terdapat selisih Rp195,82 triliun.

”Jadi koreksi untuk pendapatan di average memang cukup dalam yaitu secara nasional pendapatan daerah turun 15,81 persen,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (3/6).

Ditambahkannya, secara spasial region Jawa merupakan wilayah yang mengalami tekanan penurunan PAD paling berat yaitu 32,04 persen karena memiliki tingkat kasus Covid-19 tertinggi. Astera merinci PAD secara rata-rata nasional dari 530 daerah sebelum Covid-19 adalah Rp330,45 triliun sedangkan saat ini hanya Rp235,52 triliun sehingga terdapat selisih Rp94,93 triliun.

”Kalau PAD turunnya bisa sampai 28 persen bahkan DKI Jakarta turunnya lebih dari 50 persen atau 56 persen,” ujarnya.

Selanjutnya untuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebelum ada Covid-19 sebesar Rp769,12 triliun sementara saat ini Rp684,55 triliun sehingga turun 10,99 persen atau Rp84,56 triliun. Sementara untuk aspek pendukung pendapatan daerah yang lainnya sebelum ada Covid-19 sebesar Rp138,94 triliun sedangkan saat ini Rp122,62 triliun yaitu turun 11,75 persen atau Rp16,32 triliun.

Astera melanjutkan, daerah sendiri memiliki tantangan yaitu harus mampu melakukan realokasi dan refocusing pendapatan dan belanja dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk menangani Covid-19.

”Mereka sudah terpola dengan belanja sedemikian besar kemudian tiba-tiba harus dihemat belanjanya sehingga ini menjadi tantangan yang luar biasa untuk melakukan adjustment itu,” katanya.

Di sisi lain, ia menyatakan pemerintah daerah akan mendapat dukungan sekitar Rp14,7 triliun yang terdiri dari cadangan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik Rp8,7 triliun, Dana Insentif Daerah (DID) pemulihan ekonomi Rp5 triliun, dan penyediaan fasilitas pinjaman Rp1 triliun.

”Sebenarnya kita juga ada dukungan lain untuk pemerintah daerah kalau ditotal ada tambahan lagi sekitar Rp14,7 triliun,” ujarnya.

Dengan kondisi yang ada saat ini, pemerintah akan memperlebar defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp1.039,2 triliun pada Rancangan APBN-Perubahan 2020, dari asumsi sebelumnya sebesar 5,07 persen PDB atau Rp852,9 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka menjelaskan, pemerintah membutuhkan belanja yang lebih besar untuk menangani Covid-19 dan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Maka dari itu, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 mengenai Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (APBN) 2020.

”Dengan demikian, Perpres 54/2020 akan direvisi dengan defisit yang meningkat dari Rp852,9 triliun atau 5,07 persen dari PDB meningkat menjadi Rp1.039,2 triliun. Atau menjadi 6,34 persen dari PDB,” kata Sri Mulyani dalam ratas secara telekonferensi mengenai Penetapan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Perubahan Postur APBN Tahun 2020.

Sumber: