Cina Warning Inggris Tak Campuri Hong Kong

Cina Warning Inggris Tak Campuri Hong Kong

Cina memperingatkan Negara-negara Eropa, khususnya Inggris untuk tidak mencampuri urusan Hong Kong. Peringatan dari Beijing itu muncul setelah London mengkritik rencana penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong.

"Kami menyarankan Inggris untuk mundur dari jurang, meninggalkan mentalitas Perang Dingin dan pola pikir kolonial mereka, dan mengakui dan menghargai kenyataan bahwa Hong Kong telah kembali ke China," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao Lijian, Rabu (3/6), seperti dikutip AFP.

Zhao menuturkan, London harus segera berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan urusan dalam negeri China. Jika tidak, intervensi Inggris itu pasti akan menjadi bumerang di kemudian hari.

Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab mengatakan, bahwa Beijing masih punya waktu untuk mempertimbangkan kembali rencana penerapan UU Keamanan Nasional di Hong Kong.

Raab juga menyampaikan, kepada Parlemen Inggris bahwa dia telah berbicara dengan sekutu intelijen “Five Eyes” Barat tentang kemungkinan membuka pintu mereka kepada warga Hong Kong jika rencana Beijing memicu eksodus.

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson juga mengatakan, dia akan menawarkan jutaan visa Hong Kong dan kemungkinan langkah menuju kewarganegaraan Inggris jika China tetap berkeras dengan UU Keamanan Nasional-nya.

Para penentang khawatir, undang-undang itu akan mengarah pada penindasan politik di Hong Kong, mengikis kebebasan dan otonomi yang seharusnya dijamin dalam penyerahan koloni Inggris pada 1997 kembali ke Cina.

Inggris menyatakan tidak akan tinggal diam jika China berkeras memberlakukan UU Keamanan Nasional-nya di Hong Kong. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menilai langkah China itu bertentangan dengan Perjanjian 1984.

"Hong Kong jadi kota yang berhasil karena warganya bebas. Jika China tetap berkukuh, ini akan bertentangan langsung dengan kewajiban yang harus mereka penuhi sebagaimana tertuang dalam pernyataan bersama, pakta yang mengikat secara hukum yang telah terdaftar di PBB," tulis Johnson di koran The Times.

Pemerintah Inggris dan Pemerintah China pada 1984 menandatangani perjanjian Sino-British Joint Declaration yang menjadi dasar penyerahan Hong Kong dari London ke Beijing pada 1 Juli 1997.

Lewat perjanjian itu, Beijing menjamin status otonomi Hong Kong di bawah mekanisme “satu negara, dua sistem” selama 50 tahun sampai 2047.

Akan tetapi, Parlemen Cina pada pekan lalu menyetujui usulan membuat aturan keamanan baru untuk Hong Kong. Beleid itu bertujuan menindak seluruh tindakan penghasutan, upaya pemisahan diri/aksi separatis, terorisme, dan keterlibatan asing.

Badan intelijen dan aparat keamanan dari China daratan juga dapat membuat kantor perwakilan di Hong Kong untuk pertama kalinya saat beleid itu disahkan parlemen.

"Banyak warga Hong Kong khawatir cara hidup mereka akan terancam, meskipun China mengatakan akan mempertahankannya," ujar Johnson.

Sumber: