Jejak Sejarah Lawang Sewu, Saksi Bisu Kisah Kereta Api di Semarang
Jejak sejarah Lawang Sewu Semarang: dari seribu pintu peninggalan Belanda, masa kelam Jepang, hingga restorasi menjadi museum.--
Radartegal.com - Jejak sejarah Lawang Sewu bermula dari pembangunan jalur kereta api pertama di Indonesia pada tahun 1864 oleh pemerintah kolonial Belanda.
Jalur ini dikelola oleh perusahaan swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) yang bertujuan menghubungkan Semarang dengan kota-kota penting seperti Solo, Yogyakarta, dan Ambarawa.
Seiring dengan berkembangnya jaringan transportasi, NIS membutuhkan kantor pusat administrasi yang representatif. Maka pada tahun 1904, dimulailah pembangunan gedung Lawang Sewu. Proses pembangunan berlangsung bertahap hingga selesai pada tahun 1918.
Nama Lawang Sewu berasal dari bahasa Jawa yang berarti seribu pintu. Julukan ini diberikan karena bangunan tersebut memiliki pintu dan jendela yang sangat banyak, sehingga menimbulkan kesan seolah tak terhitung jumlahnya.
BACA JUGA: Jejak Sejarah Kereta Api Uap di Stasiun Prupuk Tegal, dari Kolonial hingga Sekarang
BACA JUGA: Menelusuri Jejak Sejarah Pabrik Gula Colomadu, Destinasi Unik di Solo
Fungsi Awal Lawang Sewu
Pada awalnya, Lawang Sewu berfungsi sebagai kantor pusat administrasi NIS. Seluruh urusan terkait transportasi kereta api di Hindia Belanda, termasuk manajemen jalur, pengangkutan hasil bumi, hingga logistik perdagangan, dikelola dari gedung ini.
Peran Lawang Sewu sangat vital karena jalur kereta api menjadi tulang punggung transportasi ekonomi kolonial. Hasil pertanian dan perkebunan dari Jawa bagian tengah dapat dengan cepat diangkut ke pelabuhan Semarang untuk kemudian diekspor ke Eropa.
Masa Pendudukan Jepang
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942–1945, fungsi Lawang Sewu berubah drastis. Gedung ini dijadikan markas besar tentara Jepang sekaligus kantor transportasi.
Namun, sisi kelam muncul ketika ruang bawah tanah digunakan sebagai penjara dan tempat eksekusi. Lawang Sewu juga tercatat dalam sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang pada Oktober 1945.
BACA JUGA: Menjelajahi Sejarah Candi Mendut Magelang, Cerita di Balik Reliefnya
BACA JUGA: Menjelajahi Sejarah Baturaden Purwokerto yang Penuh Mitos
Pertempuran tersebut melibatkan pemuda Semarang melawan tentara Jepang yang menolak menyerahkan kekuasaan setelah proklamasi kemerdekaan. Banyak darah tertumpah, dan Lawang Sewu menjadi salah satu saksi bisu perjuangan heroik tersebut.
Restorasi Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, Lawang Sewu sempat berpindah tangan beberapa kali. Gedung ini digunakan untuk berbagai kepentingan hingga akhirnya diserahkan kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



