Setelah menikah dengan gadis Madiun itu, kehidupan anak dari pasangan Joko Mataram dan Sobiroh ini berjalan baik-baik saja bersama istrinya.
Perkerjaannya di sebuah yayasan sosial di Jakarta cukup menjanjikan masa depan yang cerah. Secara ekonomi, mapan.
Namun, benar kata orang, kehidupan seperti roda berputar. Sepasang suami istri sesama penggemar Bung Hatta ini menghadapi cobaan yang berat.
Derita Penyakit Langka
Seperti tersambar petir di siang bolong. Pada 2021, Joko tiba-tiba didera penyakit yang sama sekali tidak diketahui sebelumnya.
Saat mengajar di sebuah sekolah, tangan kirinya tiba-tiba seperti terjepit, tak bisa bergerak. Setelah itu, uangnya terkuras habis untuk pemeriksaan dan pengobatan.
Sampai-sampai, dia harus membongkar celengan uang receh yang ditabungnya selama lima tahun, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Fisik Joko tak sekuat dulu. Ke mana-mana, dia harus diantar istri dan mengandalkan sepeda motor yang telah dimodifikasi.
Cobaan bertubi-tubi datang kembali, bak petir yang terus menggelegar sepanjang hari. Dua ‘malaikat’ Joko, yakni ayah dan ibunya, meninggal dunia.
Ayahnya lebih dulu meninggalkan Joko, dan ibunya menyusul satu tahun berikutnya setelah kepergian sang ayah yang amat dicintainya.
Setelah satu tahun, barulah Joko mengetahui penyakitnya usai menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional.
Dia didagnosa menderita penyakit langka, yaitu trigeminal neuralgia, nyeri kronis akibat gangguan pada saraf trigeminal, saraf kelima dari dua belas pasang saraf yang berasal dari otak.
“Penyakit ini juga disebut penyakit bunuh diri karena sakitnya luar biasa,” sebut anak kedua dari dua bersaudara ini.
Sampai pada satu titik, Joko memutuskan untuk pulang kampung dan meninggalkan aktivitasnya di Jakarta.
Dia memilih membantu Liani yang telah lebih dulu keluar dari pekerjaan untuk merawatnya dan dan terjun dalam dunia tulis menulis.
Karena penyakitnya ini, Joko sempat berpikir tentang ajal, dan seperti diakuinya, dirinya tak ingin meninggal dengan ‘cara yang tidak keren’.
Dalam benaknya, harus ada sesuatu yang berarti untuk ditinggalkan. Dan menerbitkan buku adalah jawabannya.