Meninggal ditembak Kompeni
Pada tahun 1680, tragedi menimpa Gendowor. Menurut penuturan Ki Sumarno Martopura dalam karyanya yang berjudul "Tegal Sepanjang Sejarah," Gendowor tewas ditembak oleh pasukan Belanda di Tembok Banjaran, Kecamatan Adiwerna.
Walaupun fisiknya telah tiada, warisan perjalanan hidupnya tetap melekat di bumi Tegal. Tempat peristirahatan terakhir Gendowor berada di makam sederhana di Tegal.
BACA JUGA: Kisah Kekalahan Gendowor, Menyisakan Kisah Pilu dan Mengabadikannya dengan Nama Desa Kedokan Sayang
Lokasinya dapat ditemukan di sisi selatan Polsek Adiwerna, dengan petunjuk arah lurus ke timur hingga mencapai perempatan kecil, lalu berbelok ke selatan hingga menemukan pemakaman dengan pepohonan rindang di sisi kanan jalan.
Meskipun sederhana, cungkup makam Gendowor memiliki daya tarik sendiri. Terdapat dua bangunan bercungkup di tempat tersebut.
Salah satunya, yaitu di sebelah timur, merupakan makam sesepuh desa yang dihiasi dengan kelambu putih sebagai tanda penghormatan. Sementara itu, cungkup Gendowor lebih sederhana, berlantaikan keramik putih, dan menggunakan pagar bambu secara sederhana.
Dalam satu cungkup, terdapat dua makam, satu untuk Gendowor sendiri dan satunya lagi diyakini sebagai makam istrinya.
Petilasan Adipati Martalaya
Menariknya, di sebelah timur makam Gendowor, terdapat petilasan yang diyakini sebagai jejak kaki Adipati Martalaya. Petilasan berbentuk makam tersebut sangat dihormati oleh warga sekitar, sehingga para pengunjung diwajibkan melepas alas kaki ketika mendekatinya.
Apakah petilasan ini memiliki kaitan khusus dengan Gendowor? Hanya sejarah dan misteri zaman dulu yang dapat memberikan jawaban. Perjalanan hidup Gendowor memberikan jejak berharga bagi Tegal.
Kisahnya sebagai kepercayaan para penguasa pada masanya, dedikasi dalam membangun pertanian, dan tragisnya kematian, semuanya menambah warna dalam catatan sejarah daerah ini.
BACA JUGA: Sejarah Gendowor di Zaman Kekuasaan Sunan Amangkurat II, Era Kepemimpinan yang Berakhir Tragis
Kisah unik tentang Gendowor, sosok yang hidup pada zaman kekuasaan Sunan Amangkurat II, menarik untuk disimak. Jejak-jejaknya yang masih terlihat hingga kini menjadi bukti keberadaannya dan pengabdiannya bagi tanah Tegal.
Semoga cerita ini menginspirasi generasi masa kini untuk menghargai dan merenungkan perjalanan hidup para tokoh dari masa lampau. Selain itu juga memberikan semangat dalam menghadapi masa depan yang penuh kejutan.