Sejarah dan Mitos Desa Jalawastu Brebes, Adat Istiadat yang Masih Dilestarikan dari Dulu hingga Sekarang

Rabu 29-05-2024,15:50 WIB
Reporter : Aditya Saputra
Editor : Khikmah Wati

Jalan Menuju Kampung Jalawastu

Untuk mencapai Kampung Jalawastu, pengunjung harus melewati jalanan yang berbatu dan menanjak, mengingat letaknya yang berada di lereng bukit.  Meskipun terpencil dan terisolasi dari dunia luar, penduduk kampung ini sangat terbuka terhadap kunjungan tamu dari luar dan bahkan menjadikannya sebagai agenda wisata.

Adat dan Tradisi Masyarakat Jalawastu

Masyarakat Jalawastu berbahasa Sunda, meskipun banyak di antara mereka berasal dari etnis Jawa. Mereka memiliki beberapa pantangan unik, seperti larangan memelihara ternak seperti angsa, domba, dan kerbau karena dianggap mengotori lingkungan. 

Mereka juga dilarang menanam bawang merah, karena selain lahannya tidak cocok, udaranya bisa sangat dingin saat musim penghujan.  Salah satu tradisi yang paling sakral adalah Dayeuh Lemah Keputihan, yang berarti tanah suci tempat tinggal dewa-dewi.

Lokasi ini berada di puncak Gunung Sagara dan sangat disakralkan oleh warga Jalawastu. Di tempat ini, dilarang berkata kotor karena dianggap mengganggu kesucian lokasi tersebut. 

Menurut mitos, tempat ini telah ada sejak zaman Hindu ketika Raga Wijaya bertapa di sana. Perjalanan menuju tempat ini memerlukan waktu sekitar enam jam dengan berjalan kaki dari kampung Jalawastu.

BACA JUGA: Mitos dan Sejarah Desa Selapura di Tegal, Ada Larangan Bikin Pondasi Rumah dari Batu

BACA JUGA: 7 Mitos Kejatuhan Cicak Menurut Primbon Jawa, Benarkah Akan Kehilangan Orang yang Disayang?

Upacara Adat Ngasa

Salah satu upacara adat yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah Upacara Adat Ngasa. Menurut data dari Kemendikbud.go.id, upacara ini pertama kali dilaksanakan sejak masa pemerintahan Bupati Brebes kesembilan, Raden Aria Chandra Negara, yang memerintah antara tahun 1880 sampai 1885. 

Upacara Ngasa dilaksanakan pada mangsa kesanga atau bulan kesembilan dalam sistem penanggalan kalender Jawa, biasanya pada hari Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon.

Upacara ini mirip dengan tradisi sedekah laut di daerah pantai atau sedekah bumi di dataran rendah, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan. 

Selain itu, upacara ini juga dimaksudkan untuk memohon berkah bagi usaha yang akan dilakukan pada tahun berikutnya. 

Kategori :