TEGAL, radartegal.id – Kota Tegal sebagai salah satu wilayah di pesisir Pantai Utara Jawa Tengah terus berkembang dengan pesat. Pembangunan di Kota Tegal dalam rangka memajukan wilayah dan menariknya ada sejarah Gedung Birao di Tegal atau Gedung Lawang Satus yang banyak wisatawan dari luar kota juga terus berkunjung.
Kota Tegal juga memiliki sejumlah bangunan bersejarah yang menjadi ikon, seperti menara Water Leiding dan Gedung Semarang-Cheribon Stoomtram Matschappij (SCS) atau Gedung Birao atau Gedung Lawang Satus, yang berada di Jalan Pancasila atau depan Stasiun Kota Tegal.
Seperti Gedung SCS, jika dilihat secara seksama, bangunan yang dibuat pada masa Hindia Belanda itu nampak megah dan memiliki banyak pintu, hampir mirip dengan Gedung Lawang Sewu di Semarang. Hingga Gedung SCS, disebut oleh Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono dengan sebutan Gedung Birao atau Gedung Lawang Satus.
Lantas, bagaimana sejarahnya hingga gedung Birao atau Gedung Lawang Satus bisa dibangun dan berada di Kota Tegal? Simak informasinya dan baca sampai selesai ya untuk dapat memahami bagaimana sejarahnya.
BACA JUGA: Sejarah Gedung Birao Kota Tegal, Ternyata Menjadi Bukti Perkretaapian Di Jawa Tengah
Asal usul sejarah Gedung Birao atau Gedung Lawang Satus Tegal
Dikutip dari Youtube SARKUB INDONESIA menyebutkan bahwa, pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kota Tegal menjadi daerah yang cukup strategis yang ada di pesisir utara Jawa sekitar abad ke-18 hingga ke-20 M.
Kondisi ini juga didukung dengan adanya jalur kereta api yang melewati wilayah Tegal dengan menghubungkan kota-kota di sepanjang pesisir utara Jawa.
Ini dibuktikan dengan adanya keberadaan bekas kantor perusahaan kereta api swasta Semarang-Cheribon Stoomtram Matschappij (SCS) anakan perusahaan Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), yaitu Gedung Birao. Kantor perusahaan ini dulunya dimanfaatkan sebagai tempat administratif terkait perusahaan kereta api mengingat sedang dibangun jaluan kereta api Cirebon-Semarang.
Pembangunan dimulai
Gedung Birao atau Gedung Lawang Satus ini dirancang pertama kali pada 1911 oleh arsitek terkemuka dalam perkembangan arsitektur Belanda, Henri Maclaine Pont, arsitek keturunan Belanda-Bugis yang lahir di Jakarta.
Bangunan ini sangat kental dengan gaya arsitektur Belanda. Meskipun demikian, Maclaine Pont mahir dalam menggunakan sumber daya alam setempat dan memperkerjakan buruh lokal dengan harapan sebagai latihan dalam menambah keterampilan mereka.