RADAR TEGAL - Hukum Islam memiliki pandangan tegas terkait kewajiban membayar utang, termasuk dalam konteks pinjaman online (pinjol). Hukum tidak membayar utang pinjol dalam Islam menjadi pijakan utama bagi umat Muslim untuk memahami tanggung jawab keuangan mereka.
Isu utang pinjol mencuat sebagai tantangan modern dalam kehidupan finansial. Dalam perspektif hukum Islam, Hukum tidak membayar utang pinjol dalam Islam, merupakan kewajiban yang harus diemban dengan itikad baik, mengingat implikasi moral dan etika keuangan yang ditekankan oleh ajaran Islam.
Kecanggihan teknologi telah membawa kemudahan akses ke pinjaman online, namun, dalam kerangka hukum Islam, pembayaran utang tetap menjadi prinsip utama. Hukum tidak membayar utang pinjol dalam Islam tidak hanya mencakup aspek material, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai integritas dan keadilan keuangan.
Lalu, bagaimana hukum tidak membayar utang pinjol dalam Islam? Apakah hal tersebut diperbolehkan?
BACA JUGA:Mengetahui Batas Pinjol dalam Menagih Utang, Cegah Penagihan yang Tidak Etis terhadap Nasabah
BACA JUGA:Bahaya Galbay Pinjol Ilegal yang Kerap Mengintai Masyarakat, Salah Satunya Susah Cari Pekerjaan
Hukum tidak membayar utang pinjol dalam Islam
Dalam Islam, utang-piutang adalah salah satu akad yang diperbolehkan, asalkan tidak mengandung unsur riba. Riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau manfaat yang berasal dari transaksi jual beli yang tidak disertai dengan tukar menukar barang atau jasa secara nyata. Riba hukumnya haram dalam Islam, karena merupakan perbuatan yang merugikan pihak lain.
Hukum utang-piutang dalam Islam diatur dalam beberapa ayat Al-Qur'an dan hadits. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَأْخُذَ بِأَيْدِيهِنَّ ۚ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۚ وَلَا تَظْلِمُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(QS. Al-Baqarah: 282)
Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar menuliskan utang-piutang yang mereka lakukan, jika utang tersebut memiliki jangka waktu yang tertentu. Penulisan utang-piutang ini harus dilakukan oleh seorang penulis yang adil, dan tidak boleh ditolak oleh penulis tersebut.
Jika orang yang berutang adalah orang yang tidak mampu menulis, maka utang tersebut harus ditulis oleh walinya. Selain itu, dua orang saksi juga harus dihadirkan untuk menyaksikan penulisan utang-piutang tersebut.
BACA JUGA:Pentingnya Proteksi! Begini Cara agar HP Tidak Disadap Pinjol
BACA JUGA:7 Cara Bersihkan Hutang Pinjol dalam Waktu Cepat, Kiat Sukses Bikin Dompet Bebas dari Beban