RADAR TEGAL - Trend penggunaan layanan pinjaman online (pinjol) dan banyak anak muda terjerat PayLater. Data terbaru dari ResearchandMarkets.com.
Mencatat bahwa banyak anak muda terjerat PayLater sebanyak 51,6% dari total pembayaran tahunan di Amerika Serikat pada tahun 2023 dilakukan melalui pay later, setara dengan US$2.133 juta.
Sebuah fakta menarik yang perlu diperhatikan, terutama di Indonesia, bahwa banyak banyak anak muda terjerat PayLater menjadi konsumen utama yang kerap menggunakan layanan PayLater ini.
Banyak kasus pinjol dan PayLater
Menurut laporan dari PYMNTS, banyak anak muda terjerat PayLater di Amerika Serikat rata-rata menggunakan PayLater dengan nominal US$1.692 atau sekitar Rp 25,94 juta.
BACA JUGA:Berapa Denda Telat Bayar Shopee PayLater 3 Bulan? Ini Nominal yang Harus Anda Bayarkan
Angka ini ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen yang lebih tua, yang hanya mencapai US$1.006 atau sekitar Rp 15,42 juta.
Fenomena ini mencerminkan kecenderungan anak muda yang lebih besar dalam mengeluarkan uang menggunakan layanan pay later.
Anak muda cenderung menggunakan PayLater untuk pembelian barang-barang praktis dan kecil. Data menunjukkan bahwa 39% dari pengguna PayLater memanfaatkannya untuk membeli pakaian, diikuti oleh pembelian bahan makanan dan pembayaran di restoran.
Hal ini menciptakan pola konsumsi yang perlu diperhatikan, mengingat dampak jangka panjang dari utang yang diakumulasi melalui layanan ini.
BACA JUGA:3 Rekomendasi Paylater Mudah dan Aman, Belanja Berbagai Kebutuhan Sekarang Bayar Belakangan
Data pinjol dan BNPL di Indonesia
Sementara itu, di Indonesia, angka jumlah outstanding amount atau utang yang belum dibayarkan dari PayLater mencapai Rp 25,16 triliun pada semester pertama tahun 2023.
Lebih mengejutkan lagi banyak anak muda terjerat PayLater, total outstanding termasuk kredit macet atau non-performing loan (NPL) mencapai Rp 2,15 triliun.
Ini berasal dari lebih dari 13 juta pengguna PayLater, lebih dari dua kali lipat dari pengguna kartu kredit yang hanya 6 juta.