RADAR TEGAL, Mitos sudah menjadi bagian dari budaya tradisional. Beberapa menyebutkan bahwa keberadaan mitos adalah sebagai aturan dan larangan. Ada juga yang mengandung nilai-nilai mencerminkan masyarakat tertentu. Salah satu budaya yang mengandung mitos adalah pertunjukan sintren.
Pertunjukan sintren adalah sebuah tontonan kesenian tari tradisional Jawa. Tetapi, tarian yang diperlihatkan bukanlah petunjukan tari biasa. Kesenian ini memiliki nuansa mistis dan magis yang kental.
Pertunjukan sintren menjadi budaya yang dikenal masyarakat Jawa khususnya pesisir pantai utara. Mulai dari Indramayu, Cirebon, Subang, hingga Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, dan Banyumas.
Berikut ini adalah informasi mengenai budaya pertunjukan sintren yang mistis, serta memiliki mitos di baliknya.
BACA JUGA:Jangan Lama-lama Bermain di Sungai! Mitos Bruncul, Siluman Penghuni Sungai di Daerah Jawa Pantura
Kisah cinta tragis Sulandono dan Sulasih
Kesenian sintren bermula dari kisah cinta Sulandono dan Sulasih. Raden Sulandono adalah putra dari Ki Bahurekso, seorang Bupati Kendal, dari perkawinannya dengan Dewi Rantamsari.
Sulandono memiliki hubungan asmara dengan Sulasih dari Desa Kalisalak. Tetapi, hubunagn itu tidak direstui Ki Bahurekso. Sulandono pun pergi bertapa, sedangkan Sulasih menjadi seorang penari.
Dewi Rantamsari memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih saat dia menari. Sementara itu, roh ibu Sulandono memanggilnya untuk bertemu Sulasih. Jadi, mereka bisa tetap bertemu di alam gaib.
Pertemuan itulah yang menjadi pertunjukkan tari sintren. Kesenian tari ini menjadi simbol pertemuan antara Sulandono dan Sulasih.
BACA JUGA:Ada Hubungan dengan Nyi Roro Kidul? Mengenal Dewi Lanjar, Penguasa Pantai Utara di Jawa Tengah
Penari sebagai perantara roh dengan dunia
Sintren mempertunjukkan penari perempuan yang dirasuki roh bidadari oleh seorang pawang. Hal ini konon hanya bisa terjadi jika penari masih suci atau perawan.
Tarian sintren diiringi 6 gending. Penari mula-mula dimasukkan ke kurungan ayam yang diselubungi kain. Pawang atau dalang lalu merapalkan mantra untuk memanggil Dewi Rantamsari.
Selanjutnya, saat kurungan dibuka, penari sudah lepas dari ikatan, dengan riasan lengkap dan menari diiringi bunyi-bunyian gending.