Lengkapi dengan ikat pinggang, kalung kace, kain dan mote, ubel dalam dan luar berplisir, serta kipas yang menjadi salah satu atribut utama.
Instrumen yang digunakan pun tak kalah menarik, seperti kenthing, kenthung, rebana, kendhang, bedhug, dan tentu saja sang vokalis yang menyulap tarian ini menjadi semakin memukau.
Dulu, Kuntulan ditarikan oleh kaum pria, namun seiring perkembangan waktu, tarian ini juga dihidupkan oleh penari perempuan.
Perubahan gerakan dan kostum dilakukan untuk menyampaikan makna yang tetap autentik tanpa menghilangkan keistimewaan Tari Kuntulan itu sendiri.
Berbagai acara perlombaan atau event di Kabupaten Tegal seringkali menjadi panggung bagi Kuntulan untuk memukau penontonnya.
Tak hanya di Tegal, pesona Kuntulan juga menyebar ke berbagai kota lain seperti Magelang, Banyuwangi, dan beberapa kota lainnya.
Keunikan tarian ini dan kisahnya yang terkait dengan era perang Diponegoro membuatnya tetap relevan hingga kini.
Melalui gerakan lembut dan atraktifnya, Kuntulan tetap menghidupkan budaya dan sejarah masa lalu yang patut dijaga dan dilestarikan.