TEGAL, radartegal.disway.id-Sejarah Desa Lawatan yang terletak di wilayah Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, memiliki kisah menarik tentang asal-usulnya.
Sejarah Nama desa Lawatan Tegal ini berawal dari terkait dengan dua tembung dalam bahasa Jawa yang memiliki arti berbeda, yaitu "Rawaten" dan "Lawatan".
Dari cerita unik sejarah desa lawatan Tegal ini yang memberikan ke banggaan tersendiri bagi warga setempat Khususnya warga desa lawatan.
Keunikan Desa Lawatan dari Nama "Lawatan" yang menjadi identitas desa ini mencerminkan semangat dan makna yang terkandung dalam jejak sejarah Desa Lawatan di Dukuhturi, Tegal.
Berawal Jejak Sejarah Pemberontakan
Cerita Sejarah Desa Lawatan di Dukuhturi, Tegal.Dimulai dari zaman Kerajaan Demak, ketika hidup seorang pemuda bernama Jamaludin alias Malingguna.
Jamaludin merupakan putra dari salah satu selir Sultan Trenggono. Namun, ketika ia mencoba supaya untuk diakui sebagai putra Sultan, permintaannya ditolak mentah-mentah. Sehingga Hal ini memicu kemarahan Jamaludin, dan ia pun menjadi pemberontak yang disebut "Sultan Durjana".
BACA JUGA:5 Nama Desa Terunik di Indonesia, Mengungkap Nama-Nama Lucu Desa yang Jarang Orang tau
Jamaludin bersama kawanan perampoknya melakukan serangkaian aksi pemberontakan dan perampokan sekitar wilayah Kerajaan Demak. Mereka merampas harta bangsawan dan membawa kekacauan bagi Kerajaan. Ketakutan melanda para bangsawan dan pembesar, membuat situasi di Kerajaan Demak menjadi tidak aman.
Penangkapan Jamaludin oleh Sunan Kalijaga
Sultan Trenggono yang kesulitan menghadapi putranya sendiri meminta bantuan Sunan Kalijaga untuk menangkap Jamaludin. Sunaan Kalijaga menyusup sebagai seorang perampok dan berhasil menemukan Jamaludin. Terjadi pertarungan sengit, namun akhirnya Sunan Kalijaga berhasil menahan Jamaludin.
Berawal dari Nama "Rawaten"
Setelah itu, Jamaludin berhasil kabur dan berkelana hingga sampai di sebuah pedukuhan di Sumurpanggang. Ia menyusuri sungai Kemiri dan tibalah pada suatu perdukuhan dan beristirahat. Di sana, ia membagikan hasil rampokan mereka kepada masyarakat setempat dan menanam pohon randu sebagai penanda tempat tersebut agar dirawat.
Selain itu, Di tengah kebingungannya, Sultan Trenggono menyadari bahwa tempat itu perlu ia jaga dan pelihara, sehingga masyarakat sekitar menyebutnya "Rawaten" yang berarti "Peliharalah".
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, ada perubahan nama tempat tersebut. Nama "Rawaten" yang berarti "Peliharalah" secara tidak sengaja terjadi perubahan bunyi menjadi "Lawatan".