ANDA harusnya sudah tahu: Presiden Jokowi marah-marah lagi. Selasa lalu. Soal produksi dalam negeri lagi. Yang tidak kunjung dibeli para pejabat pembeli barang. Di pusat dan daerah.
Marah pertama, harusnya Anda masih ingat, di forum raker para gubernur dan bupati. Di Bali. Tiga bulan lalu. Panjang lebar. Keras sekali.
Marah kedua ini di Jakarta. Di Istana Presiden. Yakni, di pembukaan rapat kerja pengawasan BPKP "Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Itulah lembaga yang mengawasi penggunaan dana APBN dan APBD.
Ketika kali pertama marah, Presiden Jokowi menetapkan target: pembelian barang dalam negeri harus mencapai Rp 400 triliun di akhir Mei 2022. Rupanya presiden baru saja mendapat laporan akhir Mei. Target itu meleset. Jauh. Baru tercapai sekitar Rp 180 triliun.
Alasan untuk meleset itu mestinya tidak ada. LKPP "Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah " sudah berubah. Tidak lagi sulit diakses seperti di masa lalu. LKPP sudah menyediakan katalog elektronik tiga kategori: nasional, sektoral, dan lokal.
”Sedih, ini uang rakyat, uang yang dikumpulkan dari pajak baik PPN, PPh badan, PPh perseorangan, PPh karyawan, dari pihak ekspor, dari MPB dikumpulkan dengan cara yang tidak mudah, kemudian belanjanya belanja produk impor, bodoh sekali,” ujar Jokowi secara virtual.
Itu memang pidato sehingga kalimatnya panjang. Saya tidak berani memendekkannya. Biar kelihatan orisinal. Begitulah cara presiden marah. Sampai kata paling sakti dikeluarkan: bodoh.
Dulu banyak instansi ragu untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Takut terkena masalah hukum. Mereka pun sering konsultasi ke LKPP agar aman. Kini justru LKPP yang memayungi mereka. Kurang apa.
Katalog-katalog elektronik milik semua daerah sudah ”dicantolkan” ke katalog LKPP. Sampai-sampai sekarang ini katalog LKPP sudah mirip Tokopedia atau Bukalapak. Siapa saja boleh posting barang di LKPP. Tidak ada seleksi lagi. Tidak ada batasan waktu lagi.
Dulu, untuk masuk katalog LKPP harus tunggu ”musim pendaftaran” dibuka. Kalau sudah tutup, harus tunggu pendaftaran tahun berikutnya. Kini, kapan saja Anda bisa posting barang dan jasa di situ.
Sejak LKPP dipimpin mantan Bupati Banyuwangi Azwar Anas, jumlah isi katalog itu ”meledak”. Persaingan antar pengusaha kian keras.
”Tingkat persaingan di e-katalog saat ini bisa 50 kali lebih keras daripada dua tahun lalu,” ujar pengusaha mebel Jakarta. Ia masuk e-katalog sejak lima tahun lalu. Sejak jauh sebelum dipimpin Anas.
Lucunya, atau boneknya, produk yang tidak punya sertifikat TKDN pun berani masuk e-katalog. TKDN adalah singkatan ”tingkat komponen dalam negeri”.
TKDN itu harus paling rendah 40 persen. Satu produk baru boleh disebut sebagai produk dalam negeri kalau ”unsur” impornya tidak lebih dari 60 persen.
Kian tinggi TKDN, kian prioritas untuk dibeli. Mestinya. Pun ketika harganya sedikit lebih mahal daripada yang impor.