Gus Kikin, Pengasuh Ponpes Tebuireng Doakan Kepemimpinan Amanah Bupati Tegal

Jumat 27-05-2022,13:38 WIB

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin doakan Bupati Tegal Umi Azizah agar tetap amanah menjalankan tugas kepemimpinannya menyejahterakan masyarakat Kabupaten Tegal.

Hal ini disampaikan cucu dari KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama saat menghadiri acara halal bihalal Ikatan Alumni Pondok Pesantren Tebuireng (Ikapete) Jawa Tengah di Pendopo Amangkurat, Senin (16/05).

“Maturnuwun atas dukungan yang diberikan oleh Ibu Bupati Tegal. Ini tentunya tidak lepas dari latar belakang pendidikan beliau yang dulunya juga seorang santriwati. Saya doakan kepemimpinan ibu bisa amanah, dan selamat serta bisa menyejahterakan warga Kabupaten Tegal,” kata Gus Kikin.

Lewat sambutannya, Gus Kikin berharap pertemuan alumni Ponpes Tebuireng di Jawa Tengah ini bisa menjadi wadah silaturahmi dan mengingatkan kembali masa-masa belajar di pesantren Tebuireng sekaligus meningkatkan kembali ghiroh atau semangat untuk terus berdakwah di tengah masyarakat.

Lebih lanjut, Gus Kikin juga menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasihnya kepada Bupati Tegal yang telah bersedia menjadi tuan rumah penyelenggaraan halalbihalal Ikapete Jawa Tengah ini.

Tampak pula hadir tokoh santri di acara ini adalah ibu Nyai Hj Farida Salahuddin Wahid, istri dari mendiang KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah, pimpinan Ponpes Tebuireng sebelumnya.

Sementara itu, mengawali sambutannya, Bupati Tegal Umi Azizah menyinggung asal muasal istilah halalbihalal yang kini berkembang menjadi tradisi silaturahmi terbesar bangsa Indonesia pasca Idulfitri.


Umi menjelaskan, istilah halalbihalal untuk pertama kalinya dicetuskan oleh salah satu tokoh di lingkungan pondok pesantren yang juga pendiri Nahdlatul Ulama, yaitu KH Wahab Chasbullah di tahun 1948. Ketika itu negara Indonesia sedang dilanda disintegrasi bangsa, antara lain karena pemberontakan DI/TII dan PKI di Madiun.


Presiden Soekarno kala itu meminta pendapat Kiai Wahab yang awalnya memberikan saran agar Bung Karno menyelenggarakan silaturahim, mengingat sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri. Namun, Soekarno kurang berkenan dengan istilah silaturahim, karena terlalu biasa.

Akhirnya, Kiai Wahab mencetuskan istilah halalbihalal. Pertimbangannya, para elit politik saat itu tidak mau bersatu karena saling menyalahkan. Menurut Kiai Wahab, saling menyalahkan itu dosa, dan dosa itu haram. Supaya tidak punya dosa atau hal yang haram, maka harus dihalalkan.

“Kini, halalbihahal berkembang menjadi acara silaturahim dan tradisi baik yang terus kita lestarikan, kita manfaatkan sebagai ajang untuk saling memaafkan. Mengubah hubungan dari awalnya keruh menjadi jernih, dari yang tadinya beku menjadi cair, dari yang terkekang, terpenjara menjadi terlepas atau terbebas,” kata Umi.

Tokoh pesantren lain yang tidak kalah penting perannya adalah Mbah Hasyim Asy’ari. Menurut Umi, Mbah Hasyim Asy’ari sudah mencetuskan soal keterlibatan iman Islam di Indonesia lewat adagiumnya hubbul wathan minal iman.

“Ini salah satu bukti, pada zamannya beliau, Mbah Hasyim Asy’ari telah menegaskan keterlibatan santri dalam pembentukan negara bangsa, bukan kekhalifahan ataupun kesultanan, melainkan sebuah nation, negara bangsa, sebagai tumpah darah, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” ujarnya.

Maka dari itu, forum silaturahmi halalbihalal alumni Tebuireng ini merupakan momentum baik untuk merajut tenunan persaudaraan yang muaranya adalah mewujudkan kemaslahatan dan kemajuan bangsa.

Apalagi ahlus-sunnah wal-jama’ah sebagai prinsip para santri dalam menumbuhkan keimanan Islam yang menjadi bagian dari nilai dan spirit kebangsaan ini sangat diperlukan di tengah kondisi dan dinamika perkembangan masyarakat yang semakin cepat.

Tags :
Kategori :

Terkait