Nurdin terus menghadapi kehebohan itu. Termasuk harus mengusir begitu banyak waria yang mangkal di situ. Kalau malam. Juga harus mengusir preman yang "bermarkas" di salah satu pojok lapangan 11 hektare itu.
Tapi yang paling berat adalah masalah sosial dan politik.
Nurdin sebenarnya sudah dipersiapkan sejak kecil. Di sekolahkan ke Singapura. Sejak SD. Sampai universitas. Terus S-2 di London.
Hasan awalnya jengkel ke Nurdin-muda. Boros. Uangnya habis dipinjam teman-temannya –dan tak pernah kembali. Tapi Hasan akhirnya terharu: begitu pulang ke Makassar Nurdin bekerja sangat tekun dan keras. Hasan akhirnya begitu bangga pada Nurdin. Melebihi ke lima anaknya yang lain –yang juga disekolahkan semua di Singapura.
Maka ketika Nurdin meninggal, Hasan sangat terpukul. Sampai sakit. Hasan sampai membuat patung Nurdin. Tiga buah. Actual size. Itulah patung perunggu buatan pematung Yogyakarta.
Salah satu patung Nurdin ia dirikan di pojok lapangan Karebosi. Satunya lagi ia tempatkan di dalam mal. Dan yang ke-3, ia tempatkan di kamar tidurnya sendiri.
Penempatan patung Nurdin di Karebosi itu ditentang banyak pihak. Tapi Hasan tidak peduli. "Ia pahlawan Karebosi," ujar Hasan.
Dari 11 hektare lapangan itu, hanya 4 hektare yang boleh dibangun lantai bawah tanah –dua hektare untuk parkir bawah tanah, dua hektare lagi untuk mal.
Saya pun minta diantar ke mal itu. Tapi turun dulu ke lantai di bawah roof top tadi. Ke lantai 18. Lantai bawahnya ini ternyata juga tidak berdinding. Ada kolam renang istimewa di situ: kolam renang kaca. Semua yang berenang bisa terlihat dari samping.
Ternyata ada alasan mengapa Hasan ikut tender renovasi Karebosi. Ia punya Makassar Trade Center di sebelah Karebosi. Dari Trade Center ini bisa langsung terhubung dengan lantai bawah tanah Karebosi.
Ternyata ini bukan mal. Ini shopping center. Tidak cukup plaza dan lantai publik di bawah tanah ini. Mungkin mengejar hitungan bisnis.
Tapi lantai parkir bawah tanahnya luas sekali. Lapang sekali. Saya membayangkan alangkah bagusnya kalau di bawah Monas Jakarta juga dibuat lapangan parkir raksasa.
Dua tahun terakhir mal Karebosi ini senasib dengan mall di mana pun: sepi. Akibat pandemi. Tapi yang milik Hasan ini lebih berat: izin hak penggunaan lahannya (HPL) belum keluar. Sudah 10 tahun menunggu. Nasib pengusaha ternyata tidak selalu untung.
Pak Hasan ini lahir di Seram Timur. Ia ikut ayah pindah ke Makassar. Lalu disekolahkan ke Jakarta. Di Jakarta itu ia mulai bisnis: jualan celana dalam dan BH. Bikinannya sendiri. Zaman itu, cerita Hasan, lapisan di dalam BH terbuat dari karton, yang kalau dicuci penyok-penyok.
Hasan akhirnya jadi pengusaha besar. Di Makassar ia sejajar dengan Wilianto Tanta, pemilik Claro Hotel yang sangat besar –yang hampir pasti terpilih sebagai Ketua Umum PSMTI yang baru di Munas hari ini. Nama dua orang ini masuk dalam buku 100 orang penting Makassar.
Karebosi sekarang memang jadi taman dengan pepohonan yang hijau. "Saya dapat 1.000 pohon trembesi dari Pak Jenderal Donny Monardo," kata Hasan.