Menjadi orang yang paling dicari karena meminta menghapus 300 ayat Alquran, Saifuddin Ibrahim rupanya pernah dikenal sebagai sosok yang murah senyum.
Hal ini seperti diungkap Ustaz Budi Nurastowo Bintriman yang menuliskan secara runut kisah murtadnya di laman Surya Mentari Boyolali.
"Sebagai mahasantri junior, aku memandang Saifudin Ibrahim adalah tipe kakak tingkat yang murah senyum dan tidak jaga imej terhadap adik-adik tingkatnya. Dan ia ternyata memang bersikap begitu kepada siapa saja," tulisnya dikutip Kamis (17/3).
Kini, pria yang disebut-sebut menjadi pendeta tersebut ternyata merupakan residivis yang pernah dipenjara karena menghina Nabi Muhammad.
Terkait proses murtadnya Saifuddin Ibrahim, rekannya yang pernah sama-sama menjadi santri di salah satu pondok pesantren milik Muhammadiyah itu mengungkapkannya secara runut.
"Komentar Ustadz Yunahar Ilyas tentang hal itu kurasa memang sangat perlu untuk direspon. Karena berdasar informasi dari kawan, beliau sampai kepada kesan yang mempertanyakan sistem perkaderan di Pondok Hajah Nuriyah Shabran – UMS, tempat Saifudin Ibrahim menempuh kuliah S1-nya," ceritanya.
Menurutnya, Pondok Hajah Nuriyah Shabran – UMS, tempat Saifudin belajar, memang sebuah lembaga perkaderan nasional tingkat mahasiswa milik Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Lembaga atau wadah perkaderan yang berdiri di awal tahun 1980-an.
"Kawan sesama kader yang milenial ingin tahu kejelasan yang sebenarnya. Bagaimana ceritanya hingga seorang bernama Saifudin Ibrahim sebagai kader elit Muhammadiyah tingkat nasional bisa murtad? Dan lebih parahnya lagi, ia bisa berbalik arah menyerang Islam," lanjutnya.
Bahkan Saifudin Ibrahim tidak sekedar murtad yang jadi umat nasrani biasa-biasa saja. Namun, ia melakukan serangan kepada Islam secara vulgar seperti sengaja dipublikasikan secara luas lewat media sosial.
"Makanya ia kemudian terjerat UU ITE pasal 28 ayat 2," tambahnya.
Kawan sesama, kebetulan satu daerah (Mlonggo Jeporo) dengan isteri Saifudin Ibrahim sempat memintanya menuliskan kisah Saifudin Ibrahim karena sama-sama kader Pondok Hajah Nuriyah Shabran – UMS.
"Bedanya aku angkatan tahun 1986, sedang Saifudin Ibrahim angkatan tahun 1984," imbuh Ustaz Budi Nurastowo Bintriman seperti dikutip dari Fajar.co.id. (ima/rtc)