Pendeta yang Sebut Pesantren Lahirkan Kaum Radikal Lupa Gus Yaqut dari Kalangan Santri

Kamis 17-03-2022,17:22 WIB

Pendeta Saifuddin Ibrahim dalam videonya menyinggung masalah kurikulum pesantren dan mengaitkannya dengan radikalisme, serta usulan menghapus 300 ayat Alquran. 

Permintaan itu disampaikan ke Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Nampaknya, Saifuddin lupa jika Gus Yaqut berasal dari kalangan santri.

Hal ini seperti dikatakan Plt Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Thobib Al Asyhar di Jakarta, dikutip Kamis (17/3).

“Tidak pada tempatnya Pendeta Saifuddin mengklaim pesantren melahirkan kaum radikal. Dia lupa bahwa Gus Menteri terlahir dari lingkungan pesantren dan juga keluarganya memiliki pesantren. Tentu menag tidak setuju dengan pernyataan Pendeta Saifuddin,” jelasnya.

Viral video rekaman Pendeta Saifuddin Ibrahim yang mengatakan berulangkali menyampaikan sejumlah hal terkait situasi kehidupan keagamaan di Indonesia kepada Menag Yaqut Cholil Qoumas. 

“Gus Menteri tidak kenal dengan Pendeta Saifuddin Ibrahim,” tegas Thobib. 

Thobib yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Menteri Agama mengatakan, selama ini tidak pernah ada pertemuan resmi antara Gus Menteri dengan Pendeta Saifuddin. 

Dia juga tidak menemukan dalam buku catatan tamu terkait agenda pertemuan Menag dengan Pendeta Saifuddin. 

“Gus Menteri tidak pernah mendengar apa yang diklaim Pendeta Saifuddin berulangkali dikatakan ke Menag,” tegasnya.

Thobib menyayangkan statemen Pendeta Saifuddin. Thobib menilai apa yang disampaikan Pendeta Saifuddin terkait pesantren dan ayat Al-Quran itu salah

“Gus Menteri bahkan menjadikan kemandirian pesantren sebagai salah satu program prioritasnya,” sambungnya.

Thobib juga menilai pernyataan Pendeta Saifuddin tentang ayat-ayat Alquran itu salah. Alquran adalah kitab suci yang diyakini sempurna oleh umat Islam. 


Tidak pada tempatnya tokoh agama mengeluarkan statement terkait kitab suci umat lain, apalagi dengan cara yang bisa menyinggung. 

Gus Menteri, kata Thobib, selama ini terus mengajak tokoh agama untuk tidak menyampaikan pendapat, apalagi di muka umum, yang bukan menjadi kompetensinya. 

Para tokoh agama, termasuk Pendeta Saifuddin, mestinya lebih mengedepankan usaha untuk merajut kerukunan.

Tags :
Kategori :

Terkait