Maka, mengusahakan agar perang cepat selesai harus menjadi fokus Indonesia. Celah untuk damai itu tetap ada. Rusia tidak pernah menunjukkan minat untuk menduduki Ukraina. Rusia hanya menginginkan Ukraina menjadi negara netral. Agar tidak menjadi ancaman bagi Rusia.
Tapi, netral itu seperti apa?
Rusia kelihatannya tidak sampai mensyaratkan Ukraina harus menjadi senetral Swiss. Cukup kalau seperti Finlandia. Atau Austria.
Finlandia itu bukan anggota NATO. Bahwa Finlandia berada di organisasi Masyarakat Ekonomi Eropa, Rusia tidak mempermasalahkan.
Yang membuat Rusia sangat marah adalah perkembangan tahun 2019. Setelah Volodymyr Zelenskyy jadi presiden Ukraina.
Tahun itu upaya Ukraina untuk menjadi anggota NATO mencapai puncaknya. Keinginan untuk menjadi anggota NATO itu dimasukkan ke konstitusi Ukraina.
Padahal, sejak 2008 Rusia sudah menyatakan keberatan Ukraina masuk NATO. Di tahun itu memang ada pertemuan puncak negara-negara anggota NATO. Di Bukares, Rumania.
Salah satu putusan KTT Bukares itu adalah: Georgia dan Ukraina akan diterima sebagai anggota NATO.
Rusia tidak mempersoalkan Georgia: bekas Uni Soviet, tapi tidak bertetangga dengan Rusia. Dan lagi, Soviet tidak pernah membangun senjata nuklir di Georgia.
Ketegangan Rusia dengan NATO terjadi sejak KTT Bukares itu.
Tapi, bukankah wajar Ukraina mencari backing untuk keamanan negaranya?
Silakan. Rusia ternyata tidak keberatan Ukraina mencari jaminan keamanan dari negara lain. Asal jangan NATO. Ukraina bisa minta jaminan Amerika Serikat atau Inggris sekalipun. Tidak masalah. Asal jangan NATO.
Negara Eropa sendiri sebenarnya punya pikiran untuk mandiri. Presiden Prancis Emmanuel Macron termasuk yang ingin Eropa harus mandiri di bidang keamanan. Eropa, katanya, tidak boleh jadi korban persaingan antara Amerika dan Rusia. Macron berpikiran, Rusia adalah bagian dari Eropa.
Maka, perdamaian di Ukraina tidak lagi bergantung pada Putin dan Zelenskyy. NATO juga harus mencabut putusan KTT Bukares. Khususnya yang menjamin Ukraina menjadi anggota NATO.
Maka, perang masih belum akan selesai. Padahal, kalau perang Ukraina tidak selesai, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jalannya KTT G20 di Bali. Masih ada waktu. Tapi, tinggal enam bulan. (*)