Juru bicara keluarga dokter Sunardi yang ditembak mati Densus 88 buka suara soal kasus penembakan.
Endro Sudarsono, sang juru bicara mengakui jika dokter Sunardi mengemudikan mobilnya sendiri saat hendak ditangkap Densus 88 Antiteror Mabes Polri di Sukoharjo pada Rabu (9/3) malam.
Sepengetahuannya, Sunardi memang biasa mengemudikan sendiri mobilnya. Meskipun dokter tersebut memakai tongkat penyangga akibat kecelakaan yang pernah dialaminya.
Menurut Endro, saat penangkapan, Sunardi merasa takut sehingga mobilnya hilang kendali dan menabrak pagar rumah warga.
Ketakutan Sunardi itu diprediksi muncul karena petugas Densus 88 saat menangkapnya tidak berseragam.
“Kalau pakai seragam, pasti penyikapannya lain,” jelasnya kepada wartawan.
Bisa saja, saat itu Sunardi mengira petugas adalah pelaku kejahatan. Sehingga ia berusaha menghindar dan terjadi kejar-kejaran sampai mobilnya menabrak pagar tembok rumah warga.
“Yang jelas itu ada pengadangan. Seperti ada ketakutan dan kejar-kejaran, terus menabrak,” urainya.
Endro mengaku, belum bisa mengetahui lokasi penembakan dilakukan petugas. Namun dari keterangan beberapa pihak yang diterimanya, Sunardi masih hidup ketika dibawa ke Poliklinik Bhayangkara setelah menabrak.
“Tapi ketika dibawa ke RS Bhayangkara Semarang, sudah tiada,” kata Sekretaris The Islamic Study and Action Center (ISAC) ini.
Dikutip dari Fajar, penembakan terhadap dokter Sunardi oleh Densus 88 di Sukoharjo Jawa Tengah mengundang perhatian banyak pihak.
Pengamat hukum Chandra Purna Irawan SH MH (Ketua LBH Pelita Umat) menjelaskan, status Densus 88 adalah penyidik dan penegak hukum, bukan algojo atau mesin pembunuh.
“Tugas densus menangkap terduga teroris adalah untuk menghadirkannya dimuka pengadilan, bukan mengirimkannya ke kuburan,” ujar Ahmad Khozinuddin pada Jumat (11/3). (ima/rtc)