Sekelompok musuh berhasil menduduki dan menyandera salah satu pejabat di Kota Tegal. Sejumlah obyek vital yang ada juga berhasil dikuasai kelompok penebar teror itu.
Mengetahui ancaman itu, prajurit TNI-AD dari Kodam IV Diponegoro langsung terjun untuk membebaskan Kota Tegal. Mereka berencana untuk memukul mundur dan kembali menguasai wilayah.
Sebelum itu dilakukan, mereka melakukan evakuasi terhadap warga sipil untuk menghindari jatuhnya korban. Berkat kesigapan para prajurit dari berbagai satuan itu, Kota Tegal akhirnya berhasil dibebaskan dari sekelompok teror.
Peristiwa itu bukanlah sebenarnya yang terjadi, melainkan skenario dalam kegiatan latihan pertempuran kota (Latpurkota) yang terintegrasi Yonif 407/PK Tegal. Kegiatan dilaksanakan selama dua hari, Jumat-Sabtu (11-12/3).
Danrem 071/WK Kolonel (Inf) Dwi Lagan Safrudin usai kegiatan, Sabtu (12/3) pagi mengatakan apel gelar pasukan digelar untuk mengetahui kesiapan prajurit di satuan Kodam IV/Diponegoro. Kemudian, untuk Latpurkota merupakan kegiatan latihan dalam satuan untuk membina kemampuan anggota.
"Latpurkota ini untuk membina kemampuan satuan khususnya di wilayah Kodam IV Diponegoro," katanya.
Menurut Danrem, berbicara tentang spektrum ancaman kedepan, maka perlu disiapkan kemampuan personel. Sehingga, segala bentuk ancaman akan bisa diatasi.
"Pada kegiatan ini, kita melibatkan 900 orang yang terdiri dari berbagai satuan," tegasnya.
Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono mengatakan pihaknya menyampaikan terimakasih terhadap jajaran Kodam IV Diponegoro. Sebab, telah memberikan kepercayaan kepada Kota Bahari sebagai tempat penyelenggaraan Latpurkota.
"Kami menyampaikan terimakasih kepada jajaran Kodam IV Diponegoro. Karena ini adalah kesempatan yang baik, Kota Tegal dijadikan tempat latihan tempur kota," ujarnya.
Sebelumnya, Pangdam IV Diponegoro Mayjend Rudianto dalam sambutannya yang dibacakan Danrem menyebut Jawa Tengah merupakan barometer Indonesia. Karena apapun yang terjadi di baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya dan pertahanan keamanan pasti akan berpengaruh terhadap situasi nasional.
"Jumlah penduduk yang cukup besar dan terdiri dari berbagai suku, agama, dan ras jika tidak dikelola dengan baik, juga sangat berpotensi menimbulkan konflik, apalagi disinyalir cukup banyak kelompok radikal yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Tengah," katanya.
Karenanya, harus diantisipasi setiap potensi ancaman yang mengarah pada berkembangnya paham Radikalisme dan kemungkinan terjadinya aksi-aksi terorisme.
Sehingga perlu memaksimalkan kinerja aparat intel di lapangan, melakukan koordinasi secara terpadu dengan aparat teritorial serta melakukan kegiatan pembinaan mental dan hukum.
"Optimalkan peran para Babinsa di wilayah masing-masing untuk meminimalisir berkembangnya kelompok-kelompok radikal dalam masyarakat," jelasnya.