Wacana Pemilu Ditunda Bukan Keinginan Rakyat, Pemerintah Harus Jujur karena Negara Tak Punya Duit

Senin 28-02-2022,05:40 WIB

Wacana penundaan Pemilu 2024 yang diusulkan oleh elite partai koalisi, jangan dianggap sepele. Apalagi diduga saat ini anggaran negara juga dinilai sedang kelabakan. 

Menurut Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM), Iwan Sumule seharusnya pemerintah jujur tentang kondisi keuangan negara. Dia menilai keuangan negara saat ini sedang amburadul.

Sementara dana untuk menggelar Pemilu 2024 diperkirakan akan mencapai sekitar Rp76 triliun.

“Di satu sisi, pembangunan ibukota negara (IKN) membutuhkan dana Rp466 triliun,” ungkapnya.

Sebelumnya, kata Iwan Sumule, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani juga sudah terang benderang menyebut keuangan negara akan semakin berat pada 2023 yang akan datang.

Karenanya, pinta Iwan Sumule, pemerintah harus jujur terkait alasan usulan penundaan pemilu tersebut. “Pemilu ditunda karena tak ada uang. Alasan paling masuk akal,” tegasnya.

Singkatnya, pemilu dimundurkan atau perpanjangan masa jabatan presiden bukan keinginan rakyat. Atas dasar tersebut, Iwan Sumule kembali mengingatkan bahwa pengkhianatan terhadap konstitusi negara akan membuat kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial tak bisa diwujudkan.

Dia pun mengajak masyarakat untuk kompak dan berani menentang usulan tersebut. “Fortis Fortuna Adiuvat. Keberuntungan berpihak pada yang berani,” tutupnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (27/2).

Sebelumnya usulan penundaan Pemilu 2024 yang mulai didengungkan sejumlah pihak, mulai memicu perdebatan di kalangan politisi dan akademisi. Jika akhirnya pemilu benar-benar ditunda, penyelenggara negara (eksekutif) yang masih legal di tingkat pusat hanya Panglima TNI dan Kapolri.

Kedua penyelenggara negara ini hanya dapat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan pertimbangan dan persetujuan DPR. Pernyataan itu diungkapkan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan, Minggu (27/2).

“Bagaimana cara menggantinya, Presiden dan DPR saja sudah tidak sah dan ilegal,” ujar Yusril.

Ditegaskan Yusril, TNI dan Polri saat ini bukan lagi ABRI zaman dulu yang berada di bawah satu komando, Panglima ABRI. TNI dan Polri sekarang terpisah dengan tugas masing-masing.

Selain itu, ungkap Yusril, juga punya komando sendiri-sendiri yang masing-masing bertanggung jawab secara terpisah kepada presiden. “Jika Presidennya sendiri sudah ilegal dan tidak sah, Panglima TNI dan Kapolri bisa pula membangkang kepada perintah Presiden yang ilegal itu.”

“Beruntung bangsa ini kalau Panglima TNI dan Kapolri kompak sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa pada saat yang sulit dan kritis,” sambung Yusril. (rmol/zul)

Tags :
Kategori :

Terkait