Gubernur Ganjar akhirnya ke Desa Wadas: hari Minggu kemarin. Ia tidak mau dikawal. Ia ingin datang sendiri sebagai pribadi. Ia ingin minta maaf kepada masyarakat. Di Wadas Ganjar berkali-kali mengucapkan minta maaf itu.
Kedatangan Ganjar diterima warga dengan antusias. Saat itulah Ganjar menerima curhat dari penduduk desa itu: yang ditangkap, yang ditekan, yang diperlakukan keras, dan yang trauma –sampai tidak berani keluar rumah.
Ganjar mendengarkan semua itu dengan baik. Kali ini ia mendengar sendiri apa yang dialami penduduk yang menolak penambangan batu itu.
Mendengar langsung dari warga. Apa adanya.
Dari situ terbaca bahwa selama seminggu terakhir ini banyak provokator yang melebih-lebihkan keadaan. Terbaca juga banyak buzzer yang memojok-mojokkan warga.
Apakah berarti Ganjar akan mencabut atau memperbaiki izin IPL di situ?
Tidak ada penegasan seperti itu dari Ganjar. Ia ke Wadas untuk tahap mendengarkan sendiri aspirasi warga. Juga untuk melihat sendiri keadaan desa itu.
Kepada masyarakat, seperti yang luas diberitakan media, Ganjar hanya menyebut sebagian warga memang ada yang menolak. "Yang menolak itu akan kita ajak bicara," katanya.
Soal Wadas ini memang persoalan berat bagi Ganjar. Ia bisa kejepit antara kepentingan pusat dan desa. Antara bisnis dan aspirasi. Antara siapa yang mendapat proyek dan siapa yang harus dibela.
Peristiwa besar bisa melahirkan tokoh besar. Atau menenggelamkannya. Wadas adalah tanjakan berat bagi Ganjar. Kalau ia berhasil mendakinya, ia akan ada di atas.
Ia tahu filsafat itu. Ia pesepeda yang andal. Sampai terjatuh-jatuh dan tangannya cedera. Tapi ia bangkit. Lalu mendatangi warga Wadas –dengan tangan yang masih digendong akibat cedera itu.
Proyek Waduk Bener ini dikerjakan oleh BUMN PT Brantas Adipraya. Semua tahu itu. Yang tidak banyak tahu adalah: siapa yang ditunjuk untuk pengadaan batunya. (*)