Pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) diingatkan untuk tidak memberi ruang terlalu luas pada investor asing.
Alasannya, jika pemerintah terlalu banyak melibatkan investor asing, dikhawatirkan proyek IKN Nusantara hanya menjadi ruang bagi asing untuk bancakan.
Pernyataan itu diungkapkan pengamat politik hukum Universitas Nasional, Saiful Anam, Senin (7/2). Menurutnya, IKN Nusantara memiliki kedudukan sentral dalam pemerintahan, sehingga sudah selayaknya pembangunannya didasarkan atas kemandirian bangsa.
Dalam proyek IKN, ungkap doktor ilmu hukum Universitas Indonesia ini, tidak boleh ada benturan kepentingan dan beban negara.
"Sehingga tidak ada benturan kepentingan maupun beban negara dalam mengeluarkan kebijakan apapun sebelum, pada saat, maupun pasca terbangunnya Ibu Kota Negara," jelas Saiful.
Saiful tidak sepakat jika dana proyek IKN justru berasal dari utang atau bantuan negara lain. Dia khawatir jika dananya disuntik oleh asing, konsekuensinya akan ada hal yang mengikat dari pemberi dana.
"Jangan ada sedikitpun bantuan baik yang bersifat mengikat apalagi yang mengikat terkait pembangunan IKN," jelas Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL.
Pandangan Saiful Anam, kalau memang sumber dana IKN berasal dari utang ke negara lain, ia menyarankan pada pemerintah untuk membatalkan pembangunan IKN.
"Karena saya yakin tidak ada yang gratis. Justru kemandirian dan harkat serta martabat bangsa sebagai taruhannya," pungkas Saiful.
Sampai saat ini pembangunan IKN sumber dananya masih belum gamblang asalnya dari mana. Di APBN 2022 belum diputuskan tentang alokasi proyek IKN.
Kementerian Keuangan pun hanya menjelaskan tentang skema pembiayaan, mulai investasi swasta, BUMN dan juga pengalihan aset yang ada di Ibu Kota saat ini Jakarta. (rmol/zul)