Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak terburu-buru mengungkap adanya 119 ponpes terindikasi terorisme.
Menurutnya, data tersebut seharusnya didalami lebih lanjut, karena akan menimbulkan keresahan dan prasangka di tengah masyarakat.
“Terjadi sekarang justru pesantren mendapatkan stigma negatif seakan-akan berkaitan dengan teroris. Niatnya menyelesaikan masalah, tapi justru yang muncul masalah baru,” ujar Yandri dalam keterangan persnya, Senin (31/1).
Politisi Partai Amanat Nasiona (PAN) itu mengusulkan kepada BNPT untuk berdialog bersama pihak pondok pesantren.
Serta pengasuhnya untuk bersama-sama menghadapi potensi lahirnya terorisme dan radikalisme.
“Sebagai ketua Komisi VIII DPR RI saya siap menjadi fasilitator dialog antara Pesantren dan BNPT serta umat Islam secara umum. Jangan sampai yang ada justru saling curiga dan prasangka,” ujar Yandri.
Yandri mengatakan BNPT harus terbuka mengenai parameter yang digunakan ketika mengkategorikan pesantren terafiliasi dengan terorisme. Agar tak menimbulkan pandangan negatif di masyarakat.
Dikutip dari Fajar, Kepala BNPT Boy Rafli Amar memaparkan perkembangan jaringan teror nasional di Indonesia.
BNPT juga menghimpun beberapa pondok pesantren yang diduga terafiliasi kelompok terorisme, di antaranya 11 pondok pesantren terafiliasi Jamaah Ansharul Khilafah (JAK), 68 Ponpes terafiliasi Jamaah Islamiyah (JI) dan 119 Ponpes terafiliasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan simpatisan ISIS. (Fajar/ima)