Cukai hasil tembakau untuk sumber daya manusia (SDM) sehat dan produktif ditambah upaya penguatan kualitas SDM merupakan salah satu agenda krusial dalam rangka peningkatan produktivitas nasional.
Dan berbagai indikator kualitas modal manusia Indonesia seperti Human Capital Index (HCI) yang mencakup kesehatan manusia masih perlu ditingkatkan. Karena itu, upaya penguatan kualitas kesehatan masyarakat terus dilakukan melalui berbagai instrumen kebijakan.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean C Tegal Yudi Hedrawan mengatakan Pemerintah berkomitmen terus menekan konsumsi rokok, khususnya perokok anak-anak. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10 hingga 18 tahun turun minimal menjadi 8,7 persen di tahun 2024. Kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) adalah bagian dari upaya mencapai target ini, guna mendorong peningkatan kualitas kesehatan masyarakat sekaligus peningkatan produktivitas SDM ke depannya.
"Hal ini mengingat bahwa konsumsi rokok terutama di kalangan anak sangat dipengaruhi oleh harga rokok," kata Yudi, Selasa (14/12)
Yudi menjelaskan kebijakan CHT selama ini telah efektif menekan konsumsi rokok, tercermin dari turunnya konsumsi rokok di tahun 2020 sebesar 9,7 persen dari tahun sebelumnya seiring dengan meningkatnya indeks kemahalan rokok sebesar 12,6 persen.
Meskipun demikian, prevalensi merokok di Indonesia masih relatif tinggi, termasuk pada kelompok berusia di bawah 18 tahun. Penyesuaian tarif CHT diharapkan dapat terus menurunkan prevalensi merokok di Indonesia.
"Selain penyesuaian tarif CHT, pemerintah juga melakukan simplifikasi tarif cukai, penyesuaian batasan Harga Jual Eceran (HJE) Minimum, dan penindakan rokok illegal," jelasnya.
Selain itu, upaya mengurangi disparitas harga rokok di seluruh jenis rokok juga penting untuk meningkatkan efektivitas kebijakan CHT. Di saat konsumsi rokok yang dibuat dengan mesin baik rokok kretek (sigaret kretek mesin/SKM) maupun rokok putih (sigaret putih mesin/SPM) terus menurun sejalan dengan kenaikan harga akibat penyesuaian tarif CHT, konsumsi rokok yang dibuat dengan tangan (sigaret kretek tangan/SKT) justru naik dalam 2 tahun terakhir.
Karena tarif cukainya tidak naik yang membuat harganya menjadi lebih
terjangkau. Tidak naiknya jenis SKT pada 2021 terkait dengan transisi kebijakan yang memperhatikan keberlangsungan tenaga kerja utamanya petani tembakau serta pekerja di industri tembakau secara umum.
"Untuk meningkatkan efektivitas CHT dalam rangka mendukung upaya mengurangi konsumsi rokok, kenaikan tarif juga akan mencakup SKT yang juga akan diiringi dengan kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) CHT," ujar Yudi.
Yudi menyampaikan melalui DBH CHT, pemerintah berupaya meningkatkan
dukungan terhadap petani/buruh tani tembakau serta buruh rokok. Di tahun 2021, 25 persen alokasi DBH CHT akan diarahkan ke sektor kesehatan.
Sedangkan 50 persen diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas bahan baku dan peningkatan keterampilan kerja dalam rangka alih profesi atau diversifikasi tanaman tembakau bagi petani tembakau dan pemberian bantuan.
Sementara 25 persen sisanya untuk penegakan hukum. Sedangkan penyesuaian tarif cukai dan batasan minimum HJE jenis rokok elektrik (RE) dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) adalah sebesar 17,5 persen, dengan tarif cukai spesifik.
Kebijakan CHT 2022 tersebut akan menurunkan konsumsi rokok sebesar rata-rata 3,0 persen per tahun. Kerjasama seluruh pihak juga dibutuhkan untuk menurunkan prevalensi merokok yang disebabkan oleh faktor non-harga seperti tingkat pendidikan.