Tindakan Bripda Randy Bagus Hari Sasongko sangat fatal dan mengancam kredibilitas Polri. Karenanya, tidak ada alasan bagi Polri untuk tidak menghukumnya.
Permintaan itu diungkapkan pengamat kepolisian, Bambang Rukmanto, Minggu (6/12) kemarin. Alasannya, tindakan Bripda Randy Bagus Hari Sasongko itu telah membuat Novia Widyasari Rahayu depresi sampai akhirnya memutuskan bunuh diri.
“Pelaku harus diberi hukuman maksimal baik etik maupun pidana,” tegas Bambang Rukminto dalam keterangannya, Minggu (5/12).
Sanksi etik dimaksud, tidak lain adalah pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH.
Itu, agar bisa memberikan efek jera bagi anggota Polri yang melanggar aturan dan norma masyarakat.
Karena itu, Bambang Rukmanto menyarankan agar Polri tidak segan-segan membuang anggota Polri yang tidak bermoral. Alasannya, kekerasan pada perempuan, baik fisik maupun psikis oleh anggota polisi seperti itu tidak bisa dibiarkan.
“Kalau anggota polisi sudah tidak mempunyai tanggung jawab melindungi, dan mengayomi kepada sosok perempuan artinya tak bisa lagi diharapkan untuk melindungi masyarakat yang lebih luas,” tegas Bambang.
Bambang juga mendesak agar aparat melakukan otopsi terhadap jenazah Novia Widyasari. Sebab, polisi harus benar-benar bisa melindungi keluarga korban dari potensi intimidasi keluarga pelaku.
Sehingga bisa meyakinkan keluarga bahwa otopsi harus dilakukan untuk mendapatkan keadilan bagi korban. Apalagi jika kemudian terbukti benar bahwa korban mengandung janin hasil hubungan dengan Bripda Randy Bagus.
“Tak ada kata tidak, Polri harus segera memecatnya agar tidak menjadi beban bagi institusi ke depan,” tekan Bambang.
Diakui Bambang, Bripda Randy Bagus memang tidak secara langsung menjadi penyebab kematian korban. Akan tetapi, ketika menghamili sampai membuat korban depresi karena tak mau bertanggung jawab, itu jelas bertentangan dengan tugas anggota Polri.
Di mana setiap anggota Polri, harus melindungi dan mengayomi masyarakat. “Itu sudah fatal dan mencoreng nama baik korps Polri,” tegasnya lagi.
Di sisi lain, singgung Bambang, adanya indikasi korban sudah sempat melapor ke Propam tapi tidak ditanggapi. “Ini juga harus diusut. tagar #percumalaporpolisi yang beberapa waktu sempat viral, sewaktu-waktu bisa viral lagi,” ingatnya. (ruh/pojoksatu)