Pola penanganan terbaru kasus dugaan korupsi yang melibatkan kepala desa diinginkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kepala desa yang korupsi disarankan untuk tidak langsung diproses hukum.
"Kalau ada kepala desa taruhlah betul terbukti ngambil duit tapi nilainya enggak seberapa, kalau diproses sampai ke pengadilan, biayanya lebih gede," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam telekonferensi yang disiarkan di akun YouTube KPK RI, Rabu (1/12).
Alex mengatakan kepala desa biasanya melakukan korupsi dengan nominal yang kecil. Nilai tersebut jauh dari biaya yang mesti dikeluarkan negara dalam pengusutan kasusnya.
"Artinya apa? Enggak efektif, enggak efisien, negara lebih banyak keluar duitnya dibandingkan apa yang nanti kita peroleh," ujar Alex.
Alex meminta kepala desa dipaksa mengembalikan uang jika terbukti korupsi. Jika memungkinkan, kepala desa yang korupsi diminta dipecat.
Uang yang dikembalikan secara paksa itu kemudian harus masuk ke kas desa. Dengan begitu, masyarakat bisa kembali menikmati uang negara yang sudah dikorupsi.
"Ya sudah suruh kembalikan, ya kalau ada ketentuannya pecat kepala desanya. Selesai persoalan kan begitu," ucap Alex.
Hingga kini, pemecatan kepala desa harus dilakukan atas perintah pengadilan. KPK ingin ada aturan baru untuk memecat kepala desa yang terbukti korupsi tanpa harus menunggu pengadilan.
"Mungkin dengan musyawarah masyarakat desa kan mereka yang milih. Kita sampaikan, 'Nih kepala desamu nyolong nih, mau kita penjarakan atau kita berhentikan?' Pasti kan begitu selesai," tutur Alex.
Langkah itu diyakini lebih efisien ketimbang memenjarakan kepala desa yang melakukan korupsi.
"Hal seperti itu kan juga membuat jera kepala desa yang lain. Tidak semata-mata upaya pemberantasan korupsi itu berakhir di pengadilan atau keberhasilan pemberantasan korupsi itu dengan ukuran berapa banyak orang kita penjarakan, enggak seperti itu," ucap Alex. (riz/zul)