Kritikan terkait ditekennya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi terus bermunculan.
Permendikbudristek yang menuai pro kontra itu, Menurut anggota DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus, jelas mengadopsi draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Ironisnya draf RUU tersebut sudah ditolak masyarakat luas di DPR periode 2014-2019 lalu.
Selain itu dasar hukum dari terbitnya aturan tersebut juga tidak jelas, karena undang-undang yang menjadi cantolan hukumnya saja belum ada.
“Padahal Undang-undang No 12 tahun 2011 pasal 8 ayat 2 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa Peraturan Menteri bisa memiliki kekuatan hukum mengikat manakala ada perintah dari peraturan perundangan yang lebih tinggi,” kata Guspardi dikutip Kamis (11/11).
Guspardi menjelaskan, Peraturan Menteri (Permen) tersebut sangat jelas melampaui kewenangan. Pasalnya Panitia kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI saat ini masih membahas tentang RUU PKS.
“Jadi, apa dasar hukum yang menjadi landasan dikeluarkannya kebijakan tersebut,” ujarnya.
Politisi PAN ini juga menilai, filosofi dan muatan dalam peraturan menteri tersebut juga jauh dari nilai-nilai Pancasila dan cenderung pada nilai-nilai liberalisme, karena tidak berlandaskan kepada norma-norma agama.
“Maknanya selama tidak ada pemaksaan (suka sama suka), berusia dewasa, dan ada persetujuan, maka aktivitas seksual menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah,” ujarnya.
Hal ini tentu berpotensi melegalkan dan memfasilitasi perbuatan zina dan jelas bertentangan dengan Pancasila dan norma agama. Ini tentu merupakan satu acuan peraturan yang jelas berbahaya.
Guspardi menambahkan, banyak terjadi hubungan seks di luar nikah yang diawali dengan persetujuan alias suka sama suka. Begitu pula bermunculannya perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang kian merebak di masyarakat.
Padahal perilaku seks di luar nikah ataupun LGBT tidaklah dibenarkan dalam norma agama. Tak hanya itu, Permendikburistek 30/2021 seolah mengesampingkan proses hukum bila terjadi suatu kasus.
Pasalnya, cenderung berfokus pada pengadilan internal dengan keberadaan satuan tugas (Satgas) di lingkungan kampus. (khf/zul)