Maka bisa menjadi faktor cukup dominan dibandingkan kondisi sarpras di jalan tol.
“Sebelum tol dioperasikan selalu dilakukan uji layak fungsi, apakah jalan tol itu sudah layak fungsi atau tidak. Kalau tidak recommended biasanya belum dioperasikan,” ujarnya.
Adanya pembatas beton di tengah tol memang memiliki risiko lebih besar pada saat kecelakaan. Akan tetapi, adanya pembatas bukan untuk ditabrak, melainkan membantu agar tidak terjadi crossing.
“Masing-masing lajur terpisah. Beberapa studi antara jalan divided dan individed. Antara ada asparator (pembatas) dan tidak ada pembatas itu risiko lebih besar potensi kecelakaannya kalau jalan tidak ada pembatas. Asparator bukan untuk ditabrak,” katanya.
Lalu, apakah tol di Indonesia aman dilewati dengan kecepatan tinggi? Ia menjelaskan, kaidah pembangunan jalan tol sudah mengikuti standar yang ada.
Berdasarkan standar taraf internasional pun juga sama.
“Di Indonesia diterjemahkan sesuai dengan kelembagaan yang berwenang. Substansinya sama, maka jalan itu, jalan tol dioperasikan kalau memenuhi standar. Sebelum uji layak fungsi tidak boleh. Bukan hanya jalan tol, jalan arteri tidak berbayar pun harus lolos uji layak fungsi,” jelas. (poj/zul)