Adanya dugaan oknum menteri yang terlibat bisnis tes PCR selama pandemi Covid-19, harus ditelusuri dan ditindak tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika benar.
"Presiden jangan membiarkan isu ini berkembang berlarut-larut karena dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada kebijakan pemerintah dalam menanggulangi COVID-19. Membangun kepercayaan publik itu 'kan tidak mudah," ujar Anggota DPR RI Mulyanto di Jakarta, Rabu (3/11).
Dia menilai tindakan oknum menteri yang ikut berbisnis alat tes PCR tidak etis. Apalagi mereka yang terlibat dalam bisnis itu punya kewenangan mengatur kebijakan penanggulangan COVID-19.
"Besar kemungkinan kebijakan yang dibuat, diatur sedemikian rupa agar menguntungkan bisnisnya," jelasnya.
Menurutnya, Negara bisa bangkrut kalau mental para pembantu presiden seperti itu. Menteri, lanjutnya, adalah jabatan publik. Siapa pun yang menjabat harus bekerja sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Bukan untuk kepentingan kelompok bisnisnya.
"Kalau para pejabat punya konflik kepentingan dan ikut bisnis COVID-19, mana mungkin penanggulangan pandemi di Indonesia bisa cepat selesai. Presiden harus mengambil tindakan tegas soal ini," pungkas Mulyanto.
Sementara itu Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) melalui juru bicaranya, Jodi Mahardi menampik tudingan terlibat dalam bisnis Tes Polymerase Chain Reaction (PCR). LBP ramai disebut sebagai salah satu pemegang saham GSI Lab.
"Pertama, perlu saya perjelas bahwa Toba Bumi Energi adalah anak perusahaan Toba Bara Sejahtra, dan saham Pak Luhut yang dimiliki melalui Toba Sejahtra di Toba Bara Sejahtra (TBS) sudah sangat kecil yaitu dibawah 10 persen. Jadi Pak Luhut tidak memiliki kontrol mayoritas di TBS, sehingga kita tidak bisa berkomentar terkait Toba Bumi Energi," ujar Jodi kepada awak media di Jakarta, Selasa (2/11).
Kemudian terkait GSI Lab, Jodi mengakui, Menko Marinves Luhut pernah diajak oleh koleganya dari Grup Indika, Adaro, dan Northstar yang memiliki inisiatif untuk membantu menyediakan tes Covid-19 dengan kapasitas test yang besar.
Hal serupa juga dilakukan Menteri BUMN Erick Thohir yang juga menampik tudingan dia dan kolega-kolega menteri lainnya terlibat dalam bisnis Tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Melalui Staf Khususnya, Arya Sinulingga, Erick Thohir menyebut, tudingan keterlibatannya di bisnis PCR sangat tendensius dan tidak berdasar.
"Isu bahwa pak erick bermain tes pcr itu isunya sangat tendensius. Bisa kita lihat dari data, sampai kemarin tes PCR itu mencapai 28,4 juta di seluruh Indonesia," ujar Arya kepada awak media, Selasa (2/11).
Sementara PT GSI yang dikaitkan dengan Erick Thohir, kata Arya, tes PCR yang dilakukan baru sebanyak 700 ribu. "Jadi bisa dikatakan hanya 2,5 persen dari total tes PCR yang sudah dilakukan di Indonesia, hanya 2,5 persen jadi 97.5 persen lainnya dilakukan pihak lain," ungkap Arya.
Ia justru mempertanyakan tudingan bahwa Menteri BUMN bermain tes PCR. Arya menyebut tudingan itu tak berdasar. (rh/zul)